PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (STUDI KASUS DI KABUPATEN PURWOREJO)

BAB I


PENGANTAR


1. 1   Latar Belakang


Pasang surut peran pemerintah mengiringi proses perjalanan  pembangunan di Indonesia. Hingga tahun 1980-an, dengan dana minyak yang cukup melimpah di satu pihak dan masih lemahnya peranan swasta di lain pihak, pemerintah sangat aktif dalam menggerakkan perekonomian, tidak saja membangun infrastruktur fisik dan sosial melainkan juga terjun langsung di sektor produksi. Ini tampak dari berlipat gandanya peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah sejak Pelita I sebesar 5,31 % dari PDB menjadi 11,59 % pada Pelita III.


Periode selanjutnya, karena terjadi penurunan harga minyak maka prosentase pengeluaran pembangunan terhadap PDB terus menurun hingga pada akhir Pelita IV menjadi 8,5 %. Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1996 yang melanda beberapa negara di dunia termasuk Indonesia mengakibatkan posisi pemerintah terutama dari sisi anggarannya semakin tertekan, sementara pada saat yang sama, pengeluaran rutin mulai meningkat tajam karena banyaknya pinjaman luar negeri yang sudah jatuh waktu untuk dibayar. Pada saat inilah peran pemerintah mulai mengalami masa-masa surut.


Dalam hal pembangunan perekonomian daerah, peranan pemerintah dapat dikaji dari sisi anggarannya (APBD). Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang dijalankan pemerintah daerah untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan. Instrumen ini diharapkan berfungsi sebagai salah satu komponen pemicu tumbuhnya perekonomian suatu daerah. Pemahaman tentang betapa pentingnya peranan anggaran sebagai salah satu instrumen kebijakan yang berfungsi memacu perekonomian suatu daerah harus berhadapan dengan kondisi di lapangan yang tidak dapat menjamin berjalannya fungsi tersebut dengan baik.


Fenomena yang terdapat pada struktur anggaran daerah kabupa-ten/kota di Indonesia yaitu pada sisi penerimaan terdapat  ketergantungan yang cukup tinggi terhadap peranan pemerintah pusat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya proporsi sumber-sumber pendanaan dari pemerintah pusat (dana alokasi) terhadap total penerimaan daerah yaitu sebesar 68,32%  pada tahun 1997/1998, dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya yaitu 71,09% tahun 1998/1999 dan 75,44% pada tahun 1999/2000. Selengkapnya data mengenai proporsi tersebut terdapat pada tabel. 1.1.


Tabel.1.1


Proporsi penerimaan daerah kabupaten dan kota seluruh Indonesia 1997/1998, 1998/1999, 1999/2000


















































































No



Uraian



1997/1998



1998/1999



1999/2000



Jumlah


(Rp miliar)



Proporsi


(%)



Jumlah


(Rp miliar)



Proporsi


(%)



Jumlah


(Rp miliar)



Proporsi


(%)



1


Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.077,81



13,03



2.248,63



10,76



2.354,69



9,63



2


Bagian Daerah

2.342,35



14,70



2.988,62



14,29



2.886,78



11,80



3


Dana Alokasi

10.889,93



68,32



14.861,12



71,09



18.457,08



75,44



4


Pinjaman daerah

127,17



0,80



267,03



1,28



215,06



0,88



5


Sisa lebih tahun sebelumnya

503,40



3,16



539,76



2,58



551,49



2,25



















Sumber: Nota Keuangan RI Tahun 1999/2000



Jumlah penerimaan

15.939,66



100,00



20.905,16



100,00



24.465,10



100,00



Besarnya proporsi tersebut memberikan satu petunjuk bahwa pembangunan perekonomian daerah sangat dipengaruhi oleh posisi anggaran pemerintah pusat. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah pusat terkait dengan anggarannya, akan langsung berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Pengaruh pemerintah pusat terhadap daerah berjalan  melalui mekanisme perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yaitu melalui dana perimbangan (termasuk disini adalah transfer pemerintah pusat kepada daerah).


Pada tahun 1999 ditetapkanlah Undang - Undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang Nomor 25 tentang Perimbang-an Keuangan Pusat dan Daerah, yang diharapkan menjadi momentum bagi masyarakat dan pemerintah di pusat maupun di daerah untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi, dimana pola sentralisasi pada semua aspek membawa dampak tidak tepatnya pelaksanaan pembangunan dengan sasaran yaitu kesejahteraan masyarakat, karena memang rentangnya yang terlalu panjang.


Semangat kemandirian yang dikandung oleh kedua UU tersebut,  seakan-akan memberikan penyelesaian atas berbagai masalah yang ada. Namun apakah dalam pelaksanaannya akan berhasil atau tidak sangat bergantung kepada adanya kesepahaman berbagai pihak atas pelaksanaan kedua UU tersebut. Oleh karena itu peran Pemerintah Pusat di satu sisi ma-sih sangat menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, se-lain prakarsa kreatif dari daerah di sisi lain.


Dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka dana perimbangan dialokasikan sebagian besar dalam bentuk dana block grant yaitu bantuan yang tidak disertai dengan petunjuk serta persyaratan-persyaratan khusus untuk penggunaannya. Hal ini memberikan implikasi penting kepada daerah yaitu memperbesar kemungkinan keberhasilan pelaksanaan pembangunan di daerah. Namun disisi lain keberhasilan serta kegagalan pengalokasiannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pe-merintah daerah.


Kabupaten Purworejo sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah menghadapi fenomena yang sama dengan sebagian besar kabu-paten kota di Indonesia. Pemerintah daerah menghadapi berbagai keter-batasan dalam hal sumber pendanaan pembangunan baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun dari pendapatan asli daerah yang terutama berupa pajak dan retribusi daerah.


Berdasarkan data dari BPS setempat, indikator ekonomi Kabupaten Purworejo secara umum diantaranya adalah mengenai laju pertumbuhan ekonominya yang terus menurun dari 7,05 pada tahun 1995; 2,43 pada tahun 1997 dan puncaknya – 6,49 pada tahun 1998; pada tahun 1999 sedikit meningkat menjadi 2,48. Sementara itu jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan 26,47 %, dari 188.800 jiwa pada tahun 1996 dengan batas garis kemiskinan Rp 32.743,00 menjadi 238.800 jiwa pada tahun 1999 dengan batas garis kemiskinan Rp 79.413 (BPS, 1999)


Selain itu struktur anggaran Kabupaten Purworejo juga menghadapi fenomena yang sama dengan sebagian besar Kabupaten/Kota di Indonesia. Dari sisi penerimaan, rata-rata proporsi sumbangan dan bantuan pemerintah pusat terhadap total penerimaan daerah dari tahun 1994/1995 sampai dengan tahun 2000 adalah sebesar 74,13 %. Data mengenai proporsi penerimaan daerah Kabupaten Purworejo dapat dilihat dalam tabel berikut :


Tabel.1.2


Proporsi penerimaan daerah Kabupaten Purworejo pada tahun 1994/1995 sampai dengan 2000
































































































































No



Tahun



TPD



PAD



Sumbangan



BHPBP



PAD



SB



BHPBP











Dan Bantuan





TPD



TPD



TPD



1



2



3



4



5



6



3



4



5



1



1994/1995



23968974



4652287



16545257



2696435



19.4%



69%



11.2%



2



1995/1996



26627847



5499204



18070395



3058248



20.7%



68%



11.5%



3



1996/1997



28851698



6146354



48807451



3897893



21.3%



65%



13.5%



4



1997/1998



42344314



7521489



30249940



4572885



17.8%



71%



10.8%



5



1998/1999



74290183



6241994



62838963



5209226



8.4%



85%



7.0%



6



1999/2000



102057537



7177769



88400851



6478918



7.0%



87%



6.3%



7



2000



130176225


11716050

108719697



7305358



9,0%



83,5%



7.5%





Rata-rata




 





15.77%



74.17%



9.69%



Sumber: Bagian Keuangan Setda Kab.Purworejo (diolah).


Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi menuntut adanya suatu kebijakan yang tepat dari pemerintah. Upaya-upaya peningkatan pendapatan asli daerah dapat dilakukan pada kondisi dan item tertentu saja, karena secara umum upaya tersebut dapat meningkatkan beban yang harus ditanggung masyarakat.


Salah satu sudut pandang kebijakan yang dapat dilakukan adalah adalah melalui kebijakan pengeluaran pemerintah daerah. Kebijakan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memerlukan perhatian terutama dalam hal pendistribusian anggaran, sehingga dapat merangsang terciptanya sumber-sumber pendapatan baru bagi daerah.


Pertumbuhan pengeluaran pemerintah daerah sebagaimana ditun-jukkan dalam tabel 1.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan pengeluaran rutin lebih tinggi daripada pertumbuhan pengeluaran pembangunan. Pertumbuhan pengeluaran rutin pada tahun 1998/1999 adalah sebesar 50,5% kemudian menjadi 25,33% pada tahun 1999/2000. Sementara pengeluaran pemba-ngunan hanya tumbuh 2,13% pada tahun 1998/1999 dan 19,41% pada tahun 1999/2000.


Tabel 1.3.


 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota Seluruh Indonesia Tahun 1997/1998 sampai dengan 1999/2000





































































No



Tahun



Pengeluaran Rutin



Pengeluaran Pembangunan







Jumlah



Pertumbuhan



Jumlah



Pertumbuhan







(Rp.miliar)



(%)



(Rp.miliar)



(%)



1



2



3



4



5



6



1



1997/1998



8690.52



-



6597.78



-



2



1998/1999



13079.01



50.50



6738.08



2.13



3



1999/2000



16391.98



25.33



8045.91



19.41















Sumber : Nota Keuangan RI Tahun 1999/2000


Kondisi yang hampir sama juga terjadi di Kabupaten Purworejo. Pengeluaran rutin dari sisi jumlah jauh diatas pengeluaran pembangunan, namun dari sisi pertumbuhannya pengeluaran pembangunan mencatat angka yang cukup tinggi pada tahun 1999/2000 yaitu 62,38 %. Data selengkapnya mengenai pertumbuhan pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten Purworejo terdapat pada tabel 1.4.


Tabel.1.4


Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 1995/1996 s.d. 1999/2000


























































NoTahunPengeluaran RutinPengeluaran Pembangunan
JumlahPertumbuhanJumlahPertumbuhan
 1995/1996

 14,620,262.00



-



  2,182,408.00




 1996/1997

 15,718,625.00



7.51



 12,014,048.00



-1.38


 1997/1998

 28,219,311.00



79.53



 13,779,325.00



14.69


 1998/1999

 62,176,550.00



120.33



 11,125,915.00



-19.26


 1999/2000

 82,745,339.00



33.08



 18,112,565.00



62.80



    Sumber : Bagian Keuangan Setda Kabupaten Purworejo (diolah)


Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut maka penelitian ini bermaksud untuk melakukan pemantauan terhadap kebijakan pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten Purworejo selama kurun waktu 1990 sampai dengan 2000 sebagai sebuah langkah awal terhadap perumusan kebijakan yang lebih mandiri di masa depan.


1.2 .Keaslian Penelitian


Berbagai penelitian mengenai peran pemerintah terhadap pertum-buhan ekonomi diantaranya telah dilakukan oleh Kim (1997) yang meneliti tentang peranan sektor publik di beberapa wilayah dalam pertumbuhan ekonomi regional di Korea, dengan menggunakan regresi .Ira Setiati (1997) berusaha untuk menjelaskan peran investasi, mutu modal manusia, perubah-an demografi, dan sektor pemerintah dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi daerah. Analisis dilakukan terhadap 25 propinsi di Indonesia untuk periode 1983/1984 s.d. 1992/1993.


John Baffers dan Anwar Shah (1998) melakukan penelitian tentang pengaruh produktifitas dari pengeluaran pemerintah di 21 negara terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah dibeda-kan dalam 4 bentuk yaitu pengeluaran untuk pengembangan sektor swasta, pengeluaran untuk infrastruktur, pengeluaran untuk pengembangan Sumber Daya Manusia dan pengeluaran untuk Hankam.


Imron Rosyadi (2000) melakukan kajian terhadap hubungan antara Pengeluaran Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi selama periode 1979-1998. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan menerapkan model kausalitas koreksi kesalahan (ECM). Analisis dilakukan terhadap data sekunder berupa PDRB Kota Jambi berdasarkan harga konstan (tanpa migas) dan Pengeluaran Pembangunan  Kota Jambi.


Ida Bagus Raka Surya Atmaja (2001) menganalisis pengaruh investasi swasta, investasi sektor publik serta pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pertumbuhan perekonomian kabupaten dan kota di Bali. Dalam penelitian ini Investasi sektor publik meliputi investasi pemerintah, konsumsi pemerintah, penerimaan pemerintah dari sektor pajak/non pajak.


Keaslian penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian tersebut terutama adalah terletak pada lokasi yang berbeda dan penggunaan periode waktu analisis yang berbeda.


1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1  Tujuan penelitian


Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian adalah :




  1. Untuk mengetahui gambaran mengenai pola perkembangan kebijakan pengeluaran pemerintah daerah melalui proporsi dan pertumbuhan masing-masing jenis pengeluaran.

  2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.


1.3.2  Manfaat penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah Kabupaten Purworejo khususnya dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, yang menuntut adanya kemampuan dalam melakukan perencanaan kebijakan pembangunannya yang lebih mandiri.

0 komentar:

Posting Komentar