ANALISIS KETERKAITAN SEKTORAL DAN DAMPAK PENGGANDA DENGAN PENDEKATAN INPUT OUTPUT: STUDI KASUS PROPINSI BALI

BAB I


PENGANTAR


1.1 Latar Belakang


Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk  melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional (Propenas, 2001:10). Tujuan yang ingin dicapai adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju,  dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin  (GBHN, 2001:61).


Pelaksanaan pembangunan nasional mempunyai dampak terhadap perubahan struktur ekonomi nasional maupun struktur ekonomi daerah. Ini mengingat bahwa pembangunan daerah merupakan bagian yang integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah, sehingga keberhasilan pembangunan daerah merupakan perwujudan keberhasilan pembangunan nasional. Dalam pembangunan daerah diperlukan penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan, didasarkan pada ciri khas yang dimiliki daerah yang bersangkutan. Setiap usaha pembangunan daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya serta menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir sumber daya yang diperlukan untuk merencanakan dan membangun perekonomian daerah.


Pembangunan ekonomi yang efisien memerlukan suatu perencanaan yang teliti dan seimbang mengenai penggunaan sumber daya-sumber daya yang dimiliki. Melalui perencanaan ini, suatu daerah akan dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain. Perencanaan daerah selayaknya bisa membedakan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang tersedia pada tingkat daerah.


Dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah terutama Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya. Pelaksanaan otonomi daerah semakin memposisikan keleluasaan perencana pembangunan daerah dalam mengakomodasikan kepentingan daerahnya. Jika otonomi berhasil dilaksanakan pada daerah yang lebih sempit, seperti kabupaten atau kota, maka perhatian atas sektor-sektor potensial penting untuk diperhatikan (Wiratmo, 2000:1). Pembangunan sektoral menekankan untuk merencanakan pengembangan sektor-sektor tertentu disesuaikan dengan keadaaan dan masalah sektor serta tujuan dari pembangunan daerah itu sendiri. Jika daerah ingin mengejar atau mempercepat pertumbuhan ekonomi, maka daerah dapat memilih untuk mengembangkan sektor-sektor yang mampu menyumbangkan output cukup tinggi.


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang  Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, menyatakan bahwa daerah otonom memiliki kewenangan dalam bidang pemerintahan lainnya yang salah satunya adalah perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro. Salah satu mekanisme perencanaan regional adalah model makro ekonomi regional yang merupakan perencanaan pembangunan ekonomi daerah dengan mengandalkan pada potensi dan kemampuan daerah serta kedudukannya dalam lingkup kawasan dan nasional. Perencanaan ini diawali dengan analisis untuk mengetahui potensi daerah ditinjau dari segi sektoral (Wiratmo, 2000:12). Nantinya daerah diharapkan dapat mengetahui sektor yang menguntungkan daerahnya dari segi ekonomi, baik pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja, ataupun kontribusinya terhadap pendapatan daerah.


Demikian pula dengan Propinsi Bali, sebagai daerah otonom perlu kiranya bagi Propinsi Bali untuk mengetahui dan mengembangkan potensi daerahnya dimana pembangunan yang dilaksanakan benar-benar sesuai dengan potensi dan prioritas daerah Bali. Dalam hal ini potensi daerah dapat dilihat melalui sektor-sektor utama sebagai prioritas yang dapat memacu pembangunan ekonomi daerah Bali. Ini tidak terlepas dari kondisi Bali yang merupakan daerah yang tidak memiliki sumber daya alam seperti mineral dan hasil tambang lainnya yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan daerah.


Struktur perekonomian suatu daerah merupakan gambaran langsung dari komponen seluruh kegiatan produksi barang dan jasa yang dilakukan di wilayah tersebut. Adanya perubahan struktur produksi akan menyebabkan pergeseran struktur ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Indikator yang sering dipakai untuk mengamati struktur perekonomian suatu daerah adalah distribusi persentase sektoral yang juga dapat digunakan untuk mengamati keunggulan daerah.


Struktur perekonomian Bali mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan propinsi-propinsi lainnya di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi dibangun lewat keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor pariwisata. Hal ini menyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata yaitu kelompok tersier, sangat dominan dalam memberikan warna pada struktur ekonomi di Propinsi Bali. Struktur perekonomian Propinsi Bali jika dibandingkan pada tahun 1993 dan 2000, tidak mengalami pergeseran dalam arti sektor-sektor utama yang memiliki peranan dominan masih tetap. Ini menunjukkan komposisi produksi barang dan jasa di wilayah ini tidak mengalami perubahan yang terlalu besar.


Tabel 1.1


Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Propinsi Bali, 1993 dan 2000






































































































No



Lapangan Usaha



Tahun



1993



2000



Juta Rp



%



Juta Rp



%



1



Pertanian



1.254.109,58



22,04



1.447.767,74



19,25



2



Pertambangan dan Penggalian



47.217,04



0,83



55.243,48



0,73



3



Industri Pengolahan



408.529,00



7,18



635.445,95



8,45



4



Listrik, Gas, dan Air Bersih



38.400,59



0,67



109.923,04



1,46



5



Bangunan/Konstruksi



279.160,00



4,91



329.725,20



4,38



6



Perdagangan, Hotel dan restoran



1.665.956,80



29,28



2.377.976,23



31,61



7



Pengangkutan dan Komunikasi



708.006,63



12,44



961.846,25



12,79



8



Keuangan,Persewanaan&JasaPerusahaan



403.869,66



7,10



494.996,09



6,58



9



Jasa-jasa



874.962,89



5,38



1.108.917,22



14,74





Produk Domestik Regional Bruto



5.690.212,19



100



7.521.841,20



100




Sumber : Bappeda Propinsi Bali, PDRB Propinsi Bali, 1993 dan 2001


Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa baik pada tahun 1993 maupun 2000, sektor-sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan peningkatan sebesar 2,33% yang kemudian diikuti oleh sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Walaupun peranan sektor pertanian dan sektor jasa-jasa masih dominan sektor-sektor tersebut mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,79% dan 0,64%. Di pihak lain terdapat beberapa sektor yang peranannya semakin besar terhadap PDRB Propinsi Bali. Sektor-sektor tersebut antara lain, sektor industri pengolahan sebesar 1,27%, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,79%, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,35%. Untuk mengetahui informasi sektoral lebih jauh, perlu ditelaah mengenai bagaimana keterkaitan antar sektor tersebut dan dampak perkembangannya terhadap pembangunan ekonomi daerah Propinsi Bali tahun 1993-2000.


1.2 Keaslian Penelitian


Penelitian mengenai keterkaitan sektoral dan dampak yang ditimbulkan terhadap pembangunan terkait dengan sektor-sektor yang diandalkan, telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti lain, akan tetapi penelitian dengan menggunakan alat analisis input ouput masih jarang digunakan. Penelitian yang menggunakan alat analisis input output dalam kajiannya antara lain : Kuncoro (1996) penelitiannya menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja dari agroindustri di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun (1980-1990) dengan pengamatan pada subsektor agroindustri yang diklasifikasikan menjadi 38 subsektor. Metode analisis menggunakan 3 pendekatan dan 9 alat analisis. Alat analisis keterkaitan ke depan maupun ke belakang, dan konsentrasi industri untuk mengetahui struktur. Angka pengganda (angka pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja) digunakan untuk mengetahui perilaku sektor. Untuk menganalisis kinerja agroindustri digunakan indikator angka pengganda ekspor dan derajat ketergantungan ekspor.


Penelitian lain yang menggunakan analisis input output adalah Erawan (1995), yang mengkaji mengenai dampak pariwisata terhadap perekonomian daerah Bali. Penelitian ini menekankan pada analisis efek penggandaan pendapatan pariwisata di daerah Bali terutama pada tahun 1994 dengan menggunakan tabel Input output Regional Bali tahun 1985. Hasil kajian adalah sebagai berikut : efek penggandaan pendapatan pengeluaran wisatawan selama di Bali telah meningkat dari 1,2 pada tahun 1984 menjadi 1,46 pada tahun 1994. Ini membuktikan keterkaitan sektor-sektor ekonomi di Bali semakin meningkat.


Satu lagi penelitian mengenai sektor unggulan di Propinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Adji (2001) menggunakan tabel input output untuk wilayah Propinsi Sulawesi Selatan periode tahun 1995, dengan klasifikasi 19 sektor perekonomian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis keterkaitan ke depan dan ke belakang serta analisis angka pengganda.


Selain penelitian dalam negeri, terdapat pula penelitian mengenai analisis sektoral dalam pembangunan dengan menggunakan analisis input output, seperti penelitian yang dilakukan oleh Roy dan Mukhopadhyay (1998) menulis mengenai infrastruktur dan energi adalah kunci utama dalam pembangunan industri, perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan serta kesejahteraan di India. Metode analisis yang digunakan adalah analisis angka pengganda, khususnya angka pengganda energi dan angka pengganda infrastruktur. Penelitian dilakukan di India dengan memfokuskan pada peranan pembangunan industri, perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi di India pada tahun 1998.


Penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah mengenai keterkaitan dan dampak pengganda pembangunan ekonomi Propinsi Bali periode 1993-2000, dengan menggunakan lima alat analisis. Analisis keterkaitan meliputi keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan untuk mengetahui keterkaitan sektoral perekonomian Propinsi Bali, sedangkan analisis angka pengganda yang meliputi angka pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja digunakan untuk melihat dampak sektor-sektor tersebut terhadap perekonomian Propinsi Bali. Penelitian terfokus pada 19 sektor perekonomian. Tabel input output yang digunakan adalah Tabel Input Output Regional Bali tahun 1993 dan 2000. Penelitian ini sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilaksanakan sebelumnya. Perbedaan waktu penelitian, lokasi, dan penekanan obyek penelitian merupakan perbedaan utama antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu, seandainya ada.


1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan penelitian




  1. Mengidentifikasi sektor-sektor perekonomian Propinsi Bali tahun 1993 dan 2000 yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi.

  2. Menentukan sektor-sektor perekonomian Propinsi Bali tahun 1993 dan 2000 yang mempunyai dampak pengganda output yang tinggi.

  3. Mengetahui sektor-sektor perekonomian Propinsi Bali tahun 1993 dan 2000 yang mempunyai dampak pengganda pendapatan yang tinggi.

  4. Mengidentifikasi sektor yang memiliki dampak pengganda tenaga kerja yang tinggi di Propinsi Bali tahun 1993 dan 2000.


1.3.2  Manfaat penelitian




  1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Propinsi Bali, terutama para pengambil keputusan maupun pelaksana pembangunan daerah dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah tahap berikutnya.

  2. Bahan referensi untuk dikembangkan sehingga dapat menjadi pedoman untuk menggerakkan ekonomi daerah dan merupakan awal dari penelitian berikutnya.

0 komentar:

Posting Komentar