KOTA KECAMATAN DUSUN TENGAH SEBAGAI SALAH SATU PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH DI KABUPATEN BARITO SELATAN

BAB I


PENGANTAR 


1.1 Latar Belakang


Pembangunan daerah pada hakekatnya  merupakan bagian integral dari upaya pembangunan secara nasional, sehingga keberhasilan pembangunan daerah juga merupakan perwujudan keberhasilan pembangunan nasional. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan nasional mempunyai dampak terhadap perubahan, baik perubahan struktur ekonomi nasional maupun perubahan struktur ekonomi daerah. Dalam pelaksanaan pembangunan daerah tidak terlepas dari arah dan kebijaksanaan pembangunan nasional, sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).


Menurut Arsyad  (1999: 108) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses  di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya  mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan  antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.  Selanjutnya dijelaskan bahwa  masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogeneus development) dengan menggunakan potensi sumber daya  manusia, kelembagaan, dan sumber daya  fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini  mengarah kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan  kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi.


Menurut Blakely (1994: 70-73) bahwa peran pemerintah daerah dalam pembangunan daerah adalah sebagai: (1) entrepreneur/developer, yaitu pemerintah daerah bertanggungjawab untuk menjawab suatu usaha bisnis; (2) coordinator, yaitu pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator dalam penetapan suatu kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan daerahnya; (3) facilitator, yaitu pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudional (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya; (4) stimulator, yaitu pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan  dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut  dan mempertahankan serta menumbuhkembangkan perusahaan-perusahaan  yang telah ada di daerahnya. Potensi ekonomi daerah sangat menentukan  dalam usaha meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah.


Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi daerah adalah pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi sekaligus makin kecilnya ketimpangan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan per kapita daerah dalam jangka panjang. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah tersebut, sehingga sumber daya lokal akan dapat menghasilkan kekayaan daerah sekaligus dapat menciptakan peluang kerja di daerah. Hal ini berarti bahwa sumber daya lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia sebagai pemegang kunci yang sangat strategis dalam perekonomian suatu daerah. Sumber daya lokal yang merupakan potensi ekonomi harus dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah. Perkembangan atau pertumbuhan dari masing-masing sektor  perekonomian ditentukan oleh berbagai sebab seperti ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Menurut Widodo (1990: 41) transformasi struktural merupakan rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan penggunaan faktor produksi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.


Strategi pembangunan yang dilakukan  untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah industrialisasi yang biasanya dipusatkan pada titik-titik pertumbuhan tertentu (growth pole). Dalam kegiatan tersebut diharapkan  terjadinya spread effect  dari kegiatan  pusat pertumbuhan sehingga daerah sekitarnya juga akan dapat tumbuh.


Ketidakseimbangan pertumbuhan spatial yang terjadi di Indonesia  merupakan salah satu akibat adanya perbedaan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat  dengan pemerintah daerah yang merupakan konsekuensi terhadap sistem pemerintah sentralistik (Franck,1994: 1). Implikasi lebih lanjut di antaranya adalah pada kebijakan pemerintah yang berupa penetapan kawasan-kawasan pengembangan. Penetapan kawasan spesifik ini pada dasarnya sangat banyak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan yang dianggap perlu oleh pemerintah pusat, sehingga lokasi-lokasi yang dipilih  adalah daerah-daerah yang berdekatan atau berada pada pusat-pusat pertumbuhan (kota-kota besar). Pemilihan lokasi semacam ini bertujuan untuk memberikan dampak yang dapat memacu pertumbuhan  daerah atau kota tersebut.


Model pembangunan daerah yang diterapkan pada kawasan-kawasan pengembangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan di Indonesia, dengan pertimbangan utama adalah berbagai kendala terutama kemampuan  dana untuk  pembangunan. Dalam skala kecil model tersebut diterapkan pula di daerah  baik  propinsi maupun di kabupaten.


Aplikasi model pertumbuhan tersebut di diwujudkan dalam beberapa strategi pengembangan wilayah, dimana masing-masing satuan wilayah pengembangan (SWP)  memiliki kutub pertumbuhan yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayahnya. Kutub-kutub pertumbuhan tersebut berupa kota-kota kecamatan yang dinilai memiliki prospek perkembangan maupun potensi yang pada saat sekarang paling menonjol untuk dikembangkan. Di samping itu, penetapan konsentrasi pengembangan pada masing-masing kutub pertumbuhan dipertimbangkan pula  dengan keterkaitan sektor/kegiatan yang dikembangkan oleh daerah-daerah cakupan dari satuan wilayah pengembangan.


Kabupaten Barito Selatan secara tata ruang (spatial) mempunyai 4 (empat) satuan wilayah pengembangan (SWP) (Bappeda, 2001: 5).  yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sebagai berikut.




  1. SWP bagian Barat dengan luas wilayah 4.958 Km2 dengan pusat pengembangan  di Buntok, dan sub pusat pengembangan meliputi Kecamatan Dusun Selatan, Dusun Utara dan Gunung Bintang Awai. Kota ini merupakan ibukota kecamatan yang terletak dalam Ibukota Kabupaten Barito Selatan. Posisi ini membawa keuntungan dalam ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi, sosial dan pemerintahan. Selain itu kota ini terletak di pinggir Sungai Barito yang mempunyai pelabuhan/dermaga  sehingga menguntungkan dalam perdagangan dan juga terdapat beberapa industri (industri pengolahan karet, rotan dan kayu olahan/sawmil/bandsaw).

  2. SWP bagian Tengah dengan luas wilayah 1.586 Km2 dengan pusat pengembangan  di Ampah, dan sub pusat pengembangan meliputi Kecamatan Dusun Tengah dan Pematang Karau. Wilayah ini mempunyai letak srategis, karena terletak  pada pertigaan jalan antar Kabupaten yaitu Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan (Buntok) dan  Kota Kecamatan Dusun Timur tempat kantor Pembantu Bupati Wilayah Barito Selatan.

  3. SWP bagian Timur dengan luas wilayah 2.248 Km2 dengan pusat pengembangan  di Tamiang Layang, dan sub pusat pengembangan meliputi Kecamatan Dusun Timur, Benua Lima, Patangkep Tutui dan Awang. Seperti halnya dengan SWP bagian Tengah, secara geografis SWP bagian Timur   ini memiliki posisi yang strategis  yaitu terletak pada jalan arteri penghubung antara Kota Tanjung Kabupaten Tabalong dengan Kota Muara Teweh Kabupaten Barito Utara dan Kota Buntok Kabupaten Barito Selatan. Selain itu, kota ini berpotensi untuk dikembangkan karena merupakan tempat kantor Pembantu  Bupati Wilayah Barito Selatan.

  4. SWP bagian Selatan dengan luas wilayah 3.872 Km2 dengan pusat pengembangan  di Jenamas, dan sub pusat pengembangan meliputi Kecamatan Jenamas, Dusun Hilir dan Karau Kuala. Seperti halnya dengan SWP bagian  Barat yang secara geografis terletak di pinggir Sungai Barito. Posisi ini sangat menguntungkan dalam hal perdagangan karena terletak pada jalur transportasi sungai antar Kota Banjarmasin dan Kota Muara Teweh, dan merupakan pintu gerbang perdagangan Kabupaten Barito Selatan   utama yang menggunakan transportasi sungai (masih dominan) dari Banjarmasin, Kuala Kapuas dan Palangkaraya. Selain itu di SWP bagian Selatan ini terdapat industri pengolahan seperti lateks (getah karet), rotan, moulding dan sawmil/bandsaw sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan industri.


Penelitian ini akan membahas mengenai perkembangan suatu wilayah melalui pendekatan kutub pertumbuhan daerah, pendekatan kutub pertumbuhan semacam ini  dikenal dengan konsep agropolitan. Berdasarkan potensi lokasi yang terdapat pada keempat satuan wilayah pengembangan, maka konsep agropolitan akan dilihat penerapannya di Kota Ampah sebagai Ibukota Kecamatan Dusun Tengah  yang telah ditetapkan sebagai pusat satuan wilayah  pengembangan. Alasan lain yang mendasari terpilihnya kota tersebut adalah:




  1. Kota Ampah merupakan Ibukota Kecamatan Dusun Tengah  dalam perdagangannya mampu melibatkan  kegiatan perekonomian masyarakat  dari luar wilayah Kabupaten Barito Selatan seperti Kabupaten Tabalong yang termasuk dalam wilayah Propinsi Kalimantan Selatan;

  2. kota ini terletak pada pertigaan jalan utama yang menghubungkan antar kota kabupaten (Buntok-Mura Teweh-Tanjung/Kalua), yang mempunyai spesifikasi kota transit yang mana posisi tersebut akan meningkatkan kegiatan ekonomi;

  3. kota ini terletak di antara kota pusat SWP  bagian Barat (Buntok) dan SWP bagian Timur (Tamiang Layang);

  4. Kecamatan Dusun Tengah satu-satunya yang memiliki prasarana irigasi teknis dari bendungan Tampa, Netampin, Talohen dan Karau di Kabupaten Barito Selatan bahkan di Kalimantan Tengah.


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada di Kabupaten Barito Selatan sebagai berikut: “Sejauh mana peranan kota Ampah Kecamatan Dusun Tengah dalam posisinya sebagai pusat pengembangan ekonomi di Kabupaten Barito Selatan”


1.2   Keaslian Penelitian


     Penelitian secara empiris di luar negeri maupun dalam negeri mengenai pengembangan kawasan dengan pendekatan sektoral maupun spasial telah dilakukan seperti berikut.




  1. Aswandi dan Kuncoro (2002) meneliti tentang penetapan kawasan andalan. Penelitian ini lebih banyak menekankan pada kebijakan penetapan kawasan andalan yang mengacu pada pendapatan per kapita  dan subsektor unggulan, penelitian ini dilaksanakan di Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB dan spesialisasi daerah  tidak menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kawasan andalan, kemampuan kawasan andalan sebagai daerah yang memiliki keterkaitan perekonomian (sektoral) dengan daerah lainnya masih lemah dan  seluruh  kabupaten/kota memiliki LQ yang lebih besar  dari satu yang artinya bahwa  semua daerah memiliki subsektor unggulan.  Persamaan dari penelitian di Kota Kecamatan Dusun Tengah adalah  pada penggunaan alat analisis Location Quotien (LQ), sedangkan perbedaannya adalah pada penerapan konsep agropolitan sebagai suatu altenatif pusat pertumbuhan wilayah di samping variabel data yang digunakan, waktu dan lokasi penelitian.

  2. Rukmi (2000) meneliti tentang konsep agropolitan di Malang. Penelitian ini banyak menekankan pada sisi fisik dari kota agropolitan. Lokasi penelitian di Kecamatan Batu Kabupaten Daerah Tingkat II Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa realitas empiris di Kota Batu Kabupaten Daerah Tingkat II Malang mengindikasikan adanya kemiripan dengan inti konsep agropolitan. Persamaan dengan penelitian di Kota Kecamatan Dusun Tengah adalah  pada penerapan konsep agropolitan sebagai suatu alternatif pusat pertumbuhan wilayah, sedangkan yang membedakan tinjauan penelitian ini adalah lebih memfokuskan pada  pendekatan peran dari sudut ekonomi, di samping lokasi, waktu dan alat analisis yang digunakan.

  3. Haeruddin  (2001) meneliti tentang identifikasi kecamatan sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Kabupaten Soppeng. Hasil yang diperoleh  dari penelitian  tersebut adalah bahwa terdapat satu kecamatan  di Kabupaten Soppeng yang dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan wilayah selain Kecamatan Lalabata sebagai ibukota kabupaten, yaitu Kecamatan Lilirilau dan sebagai hinterlandnya adalah Kecamatan Liliiaja. Selain itu terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan wilayah tersebut antara lain  tingkat tenaga kerja terdidik, pendapatan perkapita, dan tingkat melek huruf. Persamaan dengan penelitian di Kota Kecamatan Dusun Tengah  adalah pada penggunaan sebagian alat analisis seperti scalogram  dan indeks gravitasi, sedangkan perbedaannya adalah juga pada sebagian alat analisis yang digunakan yaitu  Ekonometrika Model Logit Binary dengan Location Quotient. Selain itu  penelitian ini membahas penerapan konsep agropolitan di samping lokasi, data, dan waktu penelitian.

  4. Badrudin (1999) meneliti tentang pengembangan wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pembahasan dititikberatkan pada strategi pembangunan regional dengan menggunakan Model Tempat Sentral, Teori Growth Pole, dan location quotient. Saran yang diajukan adalah bahwa Kotamadya Yogyakarta dijadikan sebagai suatu pusat pertumbuhan dan sektor yang mempunyai prospek ekonomi kompetitif antara lain  sektor pertanian, sektor kontruksi, sektor transportasi dan komunikasi. Persamaan dengan penelitian di Kota Kecamatan Dusun Tengah adalah keduanya menguji suatu pusat pertumbuhan dan teori yang mendasarinya mempunyai kesamaan yaitu Teori Growth Pole, variabel penduduk, jarak antar dua daerah/kota dan memanfaatkan alat analisis LQ serta analisis model gravitasi, sedangkan  perbedaannya adalah lokasi dan tahun penelitian di samping skala kotanya.

  5. Anas, et.al. (1998) melakukan penelitian proses terjadinya kota dengan  lokasi  beberapa kota di Amerika. Dalam penelitiannya membahas proses terjadinya kota yang ditelusuri dari jumlah dan pertumbuhan penduduk, membahas pula teori-teori aglomerasi yang menyangkut aspek skala ekonomi  internal; skala  ekonomi eksternal; kompetisi yang tidak sempurna; stabilitas, pertumbuhan dan dinamika; dan model-model non dinamis; serta mengenai kesejahteraan ekonomi pada struktur perkotaan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa keseluruhan terdapat kekuatan dunia yang menghasilkan keberapa kewenangan  desentralisasi dan keragaman  pada skala luas kota dan skala lokal aglomerasi. Persamaan dengan penelitian di  Kota Kecamatan Dusun Tengah adalah menunjukkan peran suatu kota sebagai suatu pusat pertumbuhan ekonomi yang akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di kota tersebut maupun masyarakat di daerah sekitarnya, sedangkan perbedaan  adalah  terletak pada skala kota yang diteliti, variabel  dan waktu penelitian.

  6. Benziger (1996) melakukan penelitian hubungan keterkaitan antara desa dan kota di China. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah kinerja pertumbuhan desa-desa dipengaruhi oleh akses yang dimiliki. Akses tersebut berupa kedekatan dengan kota-kota yang ditunjukkan dengan jarak dari desa ke kota, fasilitas yang digunakan, nilai output industri, tingkat pendidikan, jumlah tenaga kerja dalam sektor industri. Persamaan dengan penelitian di Kota Kecamatan Dusun Tengah adalah pada pengujian hubungan  keterkaitan antara desa dengan kota  yang identik dengan Kota Ampah Kecamatan Dusun Tengah dengan kecamatan-kecamatan disekitarnya yang berperan sebagai hinterland. Perbedaannya terletak pada variabel yang diteliti  dan lokasi penelitian, di samping itu dalam pendekatan hubungan kedekatan antara pusat pertumbuhan dengan hinterlandnya, penelitian Benziger memanfaatkan analisis regresi, sedangkan penelitian di Kota Ampah Kecamatan Dusun Tengah menggunakan analisis model gravitasi.

  7. Quigley (1998) melakukan penelitian dengan judul keragaman kota dan pertumbuhan ekonomi. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa  meningkatnya ukuran suatu kota dan keragamannya  berkaitan dengan peningkatan output, produktivitas dan pertumbuhan. Kesimpulan dari penelitian ini  adalah kota-kota yang besar akan selalu menjadi faktor yang penting dalam proses pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Persamaannya dengan  penelitian di Kecamatan Dusun Tengah adalah  keduanya membahas tentang peranan kota sebagai suatu pusat pertumbuhan wilayah, sedang perbedaannya adalah pada variabel, lokasi, tahun dan skala kota.

    1. Soepono (2000) mengulas tentang model gravitasi sebagai alat pengukur hinterland dari central place. Pembahasannya menguraikan bahwa tiap central place (kota) mempunyai hinterland atau daerah pendukung. Kedua daerah tersebut saling mengadakan interaksi. Hubungan interaksi antara kedua daerah dicerminkan dari model gravitasi. Model gravitasi yang saat ini digunakan telah mengalami modifikasi dan dapat diterapkan untuk mengambil keputusan pemilihan lokasi suatu tempat pelayanan komersial atau pemukiman. Persamaan dengan penelitian di Ampah Kecamatan Dusun Tengah adalah  membahas mengenai pusat pertumbuhan dengan hinterland  melalui pemanfaatan analisis model gravitasi, sedangkan perbedaannya adalah pada lokasi pembahasan, yakni Kota Yogyakarta dengan Kota Ampah.




1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan  masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis:




  1. peran Kota Kecamatan Dusun Tengah sebagai salah satu  pusat wilayah pengembangan di Kabupaten Barito Selatan melalui hierarki fasilitas-fasilitas perkotaan yang dimiliki;

  2. hubungan kedekatan antara Kota Kecamatan Dusun Tengah dan kota lainnya dengan kota-kota di sekitarnya melalui perbandingan jumlah penduduk dengan jarak antar kota kecamatan;

  3. potensi Kota Kecamatan Dusun Tengah yang dapat dikembangkan sebagai penggerak perekonomian selaku salah satu pusat pertumbuhan wilayah.


1.3.2  Manfaat penelitian


Penelitian Kota Kecamatan Dusun Tengah sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah di Kabupaten Barito Selatan diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :




  1. memberikan alternatif kebijakan bagi pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah  dan pengembangan Kota Ampah Kecamatan Dusun Tengah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi serta pengembangan daerah/kecamatan sekitarnya melalui konsep pertumbuhan wilayah;

  2. memberikan kesempatan untuk menambah dan menerapkan ilmu yang diperoleh selama menempuh kuliah;

  3. bahan referensi dan sebagai bahan masukan dan informasi bagi para peneliti selanjutnya.

0 komentar:

Posting Komentar