KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KOTA JAMBI (STUDI KASUS DINAS PASAR)

BAB I


PENGANTAR


1.1 Latar Belakang


Seiring dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat serta persaingan diera globalisasi, maka setiap organisasi baik organisasi swasta maupun organisasi publik dituntut untuk selalu tampil prima dan meningkatkan kualitasnya dalam mengemban misinya. Organisasi publik dengan mengemban misi pelayanan meningkatkan kesejahteraan masyarakat  dalam melayani masyarakat diharapkan untuk tetap tampil dengan  kualitas pelayanan yang bersaing sebagaimana diungkapkan oleh  Osborne dan Gaebler   (1999:94) bahwa keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah efisiensi dan yang  lebih besar; mendatangkan lebih banyak uang dan  kompetisi memaksa monopoli pemerintah (atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya.


Dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  Pasal 79 disebutkan bahwa salah satu Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Peranan perusahaan daerah diwujudkan dalam bentuk pembagian laba  yang disetorkan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan dan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan pembangunan di daerah.


 Namun demikian perusahaan daerah sebagai salah satu komponen PAD belum memperlihatkan pengaruh yang berarti terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Bahkan ada indikasi bahwa  perusahaan daerah selama ini hanya membebani pemerintah daerah dengan berbagai subsidi terselubung dan biaya semu, sehingga perusahaan daerah tidak mempunyai kemandirian  dalam menjalankan usahanya. Devas, et.al, (1989:112) menyatakan bahwa ada beberapa indikasi yang menunjukkan mengapa kebanyakan  BUMD tidak kompetitif, sehingga kurang memberikan kontribusi yang berarti terhadap Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut.




  1. Jenis layanan bersangkutan mungkin tidak cocok sebagai perusahaan daerah.

  2. Kegiatan itu sendiri sifatnya tidak dapat dikelola sebagai usaha niaga atas pasar setempat karena terlalu kecil

  3. Susunan perusahaan daerah itu mungkin menyebabkan satuan-satuan biaya makin tinggi, dibandingkan dengan biaya menyediakan layanan itu dari dalam bagian tubuh pemda, ini mungkin akibat syarat harus ada organisasi terpisah, dengan pengurus yang dibayar tinggi dan sebagainya.

  4. Tenaga pelaksana yang kurang cakap mungkin karena tidak berpengalaman dibidang pelayanan tersebut, dan mereka tahu pemerintah akan selalu menutup kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan yang bersangkutan.

  5. Kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan (misalnya antara mengejar laba atau memberikan layanan semurah-murahnya) dan akhirnya ada masalah campurtangan politik dalam kegiatan sehari-hari perusahaan daerah, termasuk seringnya terjadi perubahan pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai.


Penelitian Alhabsji dkk (1987:2) mengungkapkan bahwa belum berperannya perusahaan daerah sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh  tiga masalah pokok, yaitu masalah keuangan, personalia dan pengawasan. Faktor keuangan merupakan alat manajemen yang paling sensitif bagi sebuah perusahaan untuk dapat beroperasi dengan baik serta menjadi indikator utama kemampuan perusahaan, namun hal ini tidak terlepas dari personil yang akan mengoperasikan perusahaan serta sistem pengawasan yang merupakan bagian dari manajemen perusahaan.


Permasalahan tersebut di atas juga dialami oleh perusahaan daerah air minum Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang  di mana sebagai perusahaan milik pemerintah daerah diperlukan kemandirian dalam pengelolaannya agar dapat meningkatkan kinerja dan penghasilannya. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan kinerja dalam pengelolaannya terutama pada aspek keuangan, operasional dan aspek administrasi sehingga mampu menempatkan dirinya sebagai perusahaan penghasil profit selaras dengan fungsi sosialnya dalam menyediakan kebutuhan  masyarakat akan air bersih.


PDAM “Tirta Massenrempulu” Kabupaten Enrekang yang merupakan salah satu perusahaan daerah yang potensial menghasilkan laba apabila dikelola dengan baik. Hal ini dapat terlihat pada kurun waktu 1996-2000, di mana perusahaan telah memperlihatkan kinerja  keuangan yang semakin membaik karena kerugian yang dialami pada tahun sebelumnya semakin menurun pada tahun 1997 dan 1998, dan pada tahun 1999 sudah memperoleh laba dan mengalami peningkatan yang cukup pesat pada tahun 2000, seperti terlihat pada tabel 1.1.


Tabel 1.1


Laba PDAM “Tirta Massenrempulu”  terhadap PAD Kabupaten Enrekang, 1996/1997 - 2000











































Tahun



Laba PDAM (Rp)



P A D (Rp)



Persentase



1996/1997



(161.132.245,05)



977.769.030,00



-16,48%



1997/1998



(49.138.887,95)



850.743.512,10



-5,78%



1998/1999



(27.731.382,52)



1.096.947.286,94



-2,52%



1999/2000



6.323.208,40



1.420.334.987,12



0,45%



2000



87.977.080,11



1.519.619.354,45



5,79%



Sumber : Lampiran 2, Nota perhitungan APBD (data diolah)


Hal ini menunjukkan bahwa telah ada upaya-upaya perbaikan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan pada aspek keuangan, namun mengingat bahwa sampai  dengan 31 Desember 2000 akumulasi kerugian PDAM Tirta Massenrempulu sebesar Rp1.059.289.285,00 maka keuntungan yang telah diperoleh sebesar Rp94.300.288,51 baru dapat menutup sebagian kecil dari akumulasi kerugian pada tahun tahun sebelumnya dan masih menyisakan akumulasi kerugian sebesar Rp965.018.996,61. Dengan demikian diperlukan upaya perbaikan kinerja pada setiap periode agar perusahaan secara bertahap  dapat menutup kerugiannya sehingga  dapat menjadi perusahaan yang mandiri.


Pengukuran kinerja perusahaan dapat dilihat  dari beberapa indikator penting seperti yang diungkapkan oleh Rayanto (1998:93) bahwa kinerja BUMD dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini.


1.      Likuiditas


      Angka rasio likuiditas dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh perusahaan dapat melunasi utang-utang jangka pendeknya. Rasio likuiditas yang besar menunjukkan bahwa perusahaan belum optimal dalam mendayagunakan alat likuiditasnya untuk tujuan produktif.


2.      Solvabilitas


      Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kegiatan operasional perusahaan dibiayai oleh modal pinjaman.


3.      Profit Margin


      Untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas manajemen dalam mengelola perusahaannya yang  antara lain tergambar dari besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan.


4.      Sale Growth


      Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penjualan dari perusahaan.


Kinerja  PDAM adalah tingkat keberhasilan pengelolaan PDAM dalam satu tahun buku tertentu, di mana penilaiannya sangat diperlukan untuk menggambarkan tingkat prestasi yang telah dicapai oleh PDAM dalam suatu periode tertentu. Oleh karena itu tingkat keberhasilan PDAM dapat dicapai melalui peningkatan kinerja  baik di bidang keuangan, operasional maupun administrasi.


Bagi Kabupaten Enrekang permasalahan   tentang PDAM penting untuk diteliti karena merupakan salah satu bagian dari rencana strategik Kabupaten Enrekang dalam rangka pengembangan kapasitas daerah di mana sumbangan laba perusahaan daerah terhadap PAD khususnya PDAM belum memberikan kontribusi yang berarti jika dibandingkan dengan komponen sumber-sumber pendapatan asli daerah lainnya. Olehnya itu perlu diteliti  secara mendetail  kinerja  PDAM Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang agar dapat memberikan informasi terhadap upaya pengembangan PDAM selanjutnya, sehingga rumusan permasalahan adalah sebagai berikut:” Bagaimanakah kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Massenrempulu  Kabupaten Enrekang  periode 1996-2000”.


1.2 Keaslian Penelitian


Banyak pihak tertarik untuk melakukan penelitian menyangkut kinerja perusahaan termasuk perusahaan daerah air minum (PDAM) karena keberadaan suatu badan usaha milik negara maupun badan usaha milik daerah selalu dihadapkan pada dua tuntutan yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan berorientasi sosial dan memberikan kontribusi terhadap pembiayaan pembangunan. Dalam memenuhi kedua tuntutan tersebut selalu menjadi sorotan penilaian baik masyarakat maupun pihak internal perusahaan.


Moeljo, (1997), telah melakukan penelitian mengenai kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kotamadya Surabaya periode tahun 1993-1996 dengan tujuan untuk mengetahui kinerja PDAM secara umum dan untuk mengetahui kinerja keuangan PDAM berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 690.900-327 tahun 1994 tentang Pedoman dan Pemantauan Kinerja Keuangan PDAM. Kesimpulan yang diperoleh adalah kinerja keuangan PDAM Kotamadya Dati II Surabaya selama periode 1993-1996 semakin membaik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan pada kapasitas produksi, tingkat pelayanan, penjualan air, pendapatan usaha dan jumlah pelanggan. Tingkat kesehatan PDAM pada tahun 1993, 1995,1996 menunjukkan kinerja sehat (S), sedangkan pada tahun 1994 menunjukkan kinerja sehat sekali (SS).


Kusuma (1999) dalam penelitiannya mengemukakan 3 (tiga) hipotesis sebagai berikut : Pertama, perusahaan domestik memiliki resiko kinerja  yang seimbang daripada perusahaan multinasional. Kedua, karakteristik perusahaan multinasional  dan domestik jauh berbeda yang terdiri atas 6 kategori yaitu likuiditas, sovabilitas, profitabilitas, efisiensi, rasio pangsa pasar, dan investasi modal jangka panjang. Ketiga, perubahan-perubahan yang terjadi dapat menjelaskan karakteristik kinerja finansial baik pada perusahaan multinasional maupun perusahaan domestik.


Jordan et.al (1996) menyimpulkan bahwa untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan air ditentukan dari Debt Coverage dengan 4 (empat) variabel bebasnya yaitu current ratio, debt to equity, interest coverage, return on assets dan an operating ratio.  Selanjutnya Robertson (1996) menyimpulkan penelitiannya dengan memprediksi tentang perusahaan yang akan bangkrut dengan menggunakan analisis multivarian diskriminan z. Rasio keuangan yang digunakan dalam curtis laurent dengan melakukan studi untuk menentukan kerangka klasifikasi rasio keuangan dengan kondisi kinerja keuangan menunjukkan banyak yang kurang sehat.


Handra (1998) mengevaluasi kebijakan harga dalam suatu pelayanan publik dan menilainya sangat penting di samping faktor lainnya seperti kemampuan teknis dan manajemen, dalam kesuksesan suatu perusahaan karena menurutnya suatu kebijakan yang kurang tepat bisa membawa suatu pelayanan publik itu ke dalam posisi kesulitan pembiayaan dan bahkan dapat membawa  dampak yang jelek terhadap perekonomian. Dalam merancang kebijakan harga untuk pelayanan umum, ada beberapa prinsip atau sasaran yang harus dipertimbangkan seperti kemampuan keuangan, efisiensi ekonomi, eksternalitas, kesederhanaan administrasi dan lain-lain namun bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri adanya konflik di antara prinsip-prinsip tersebut.


Dalam evaluasi teoritis ada tiga metode kebijakan harga yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan seperti berikut ini .




  1. Metode Marginal Pricing Cost (MPC) yang dapat memenuhi efisiensi ekonomi,   mengalami masalah dalam memenuhi eksternalitas dan keadilan (equity) dan dalam prakteknya sulit diaplikasikan secara tepat.

  2. Metode Full Cost Recovery yang berorientasi pada profit, dapat mengakibatkan kerugian pada ekonomi dan mengabaikan yang miskin untuk mendapatkan pelayanan.

  3. Metode Price discrimination,  yang dapat dianggap sebagai modifikasi untuk dapat memenuhi prinsip keadilan sosial tampa menyulitkan keuangan badan pelayanan umum, tetapi memberikan kesulitan administrasi dan masalah efisiensi ekonomi.


Rayanto (1998), meneliti manajemen strategik Badan Usaha Milik Daerah Propinsi DIY Tahun 1992/1993-1995/1996. Kesimpulan yang diperoleh adalah eksistensi perusahaan daerah sampai saat ini sesungguhnya bukan karena perusahaan mempunyai kinerja yang baik, melainkan lebih disebabkan oleh adanya pemberian monopoli pada produk-produk tertentu melalui regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Berdasarkan analisis SWOT, memperlihatkan bahwa secara strategis ada cukup banyak masalah yang harus dipecahkan oleh BUMD. Dapat diidentifikasikan bahwa BUMD harus mempunyai kemampuan untuk meningkatkan SDM, melakukan restrukturisasi organisasi, meningkatkan kualitas produk dan pelayanan, hingga ke persoalan kemitraan, divestasi maupun pengembangan tehnologi baru.


Engko (1999), telah melakukan penelitian mengenai kinerja finansial Perusahaan Daerah Air minum Kabupaten Sorong periode tahun 1994-1998, dengan menganalisis pengelolaannya kemungkinan pengembangan dan menghitung common size, indeks, efektifitas, rentabilitas, likuiditas, dan Solvabilitas. Kesimpulan yang diperoleh adalah common size dan neraca indeks menunjukkan jumlah aktiva pada tahun 1994-1998 cukup baik, kinerja keuangan pada tahun 1994-1998 kurang sehat dan secara operasional belum berhasil.


Rahman (1999), telah melakukan penelitian mengenai kinerja PDAM Takalar periode tahun 1995-1999 dengan tujuan untuk mengukur dan mengetahui kinerja PDAM Takalar berdasarkan Kepmendagri nomor 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM. Berdasarkan hasil analisis ketiga aspek yaitu aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi selama lima tahun diperoleh kesimpulan  bahwa perusahaan dalam kondisi kinerja kurang pada tahun 1995 dan menjadi kinerja cukup pada tahun berikutnya atau naik satu poin dibanding tahun 1995.


Hasil penelitian tersebut di atas tidak berlaku umum, dalam pengertian bahwa kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan kinerja PDAM Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu lokasi pada PDAM Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang, dengan periode pengamatan selama lima tahun yakni mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2000.


1.3 Tujuan dan Faedah Penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah  diuraikan di atas, maka tujuan  yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :




  1. mengukur dan mengetahui kinerja  perusahaan daerah air minum (PDAM)Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang, melalui penilaian kinerja terhadap aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 47 tahun 1999;

  2. menghitung tingkat harga yang mencerminkan  biaya penuh (full costing);

  3. mengetahui produktifitas perusahaan apakah sudah beroperasi secara efisien dan efektif.


Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut.




  1. Untuk memberikan masukan yang berguna bagi Pemerintah Kabupaten Enrekang dalam memahami kinerja perusahaan daerah air minum Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang.

  2. Sebagai bahan masukan bagi PDAM Tirta Massenrempulu Kabupaten Enrekang untuk mengambil kebijakan dalam mengembangkan Perusahaan Daerah Air minum.

0 komentar:

Posting Komentar