MENGHITUNG POTENSI PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR DI KABUPATEN LANDAK TAHUN 2000 – 2002

BAB    I


PENGANTAR


1.1  Latar  Belakang


Lima tahun krisis ekonomi telah melanda Indonesia dan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kinerja perekonomian nasional maupun daerah. Secara langsung, hal ini berpengaruh pada kondisi keuangan negara dan daerah. Dari sudut pandang keuangan daerah, krisis multidimensial ini dapat menimbulkan penurunan kemampuan membayar (ability to pay) para wajib pajak dan wajib retribusi. Akibatnya, terjadi penurunan penerimaan negara dan daerah, khususnya yang berasal dari penerimaan pajak dan retribusi. Selain pengaruh krisis, kualitas sumber daya manusia (SDM) dan batasan legal formal seringkali menjadi penghambat kemampuan daerah dalam menggali dan mengembangkan potensi pendapatan yang dimiliki.


Permasalahan yang sering menjadi penghambat dalam penggalian pajak atau retribusi adalah berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan manajerial dalam mengelola pajak dan retribusi. Hal ini akan berdampak pada ketidakoptimalan pengelolaan pajak/retribusi. Pajak /retribusi yang berhasil ditarik tidak didasarkan atas potensi riil, melainkan didasarkan atas target yang umumnya jauh di bawah potensi riil yang dimiliki. Di samping itu, rendahnya tingkat manajerial dan pengawasan juga penyebab tingginya tingkat kebocoran untuk jenis pajak retribusi tertentu.


Di sisi lain, pemberlakuan kebijakan otonomi daerah sejak Januari 2001  telah menempatkan kabupaten dan kota  sebagai titik berat otonomi nampaknya akan memberi harapan yang  lebih baik bagi daerah  untuk dapat mengembangkan diri. Artinya, daerah tidak terlalu menggantungkan diri pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil lainnya yang jumlahnya sangat terbatas bagi beberapa daerah. Pemerintah  daerah dituntut untuk mampu mengelola sumber-sumber pendapatan secara efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, kemampuan manajerial mulai dari perencanaan, pengimplementasian hingga pengawasan pajak dan retribusi telah menjadi faktor yang krusial dalam mendukung upaya peningkatan kemampuan daerah. Otonomi juga memberi harapan  bagi masyarakat untuk  dapat  menikmati  pelayanan publik yang lebih baik dan terciptanya iklim demokrasi   di daerah serta memunculkan  harapan baru bagi masyarakat untuk memperoleh kebijakan–kebijakan  daerah yang lebih mementingkan  nasib mereka daripada hanya sekedar mengakomodasikan keinginan pemerintah pusat sebagaimana yang telah terjadi di masa yang lalu.


            Menurut Insukindro, dkk (1995:1) dalam kaitannya dengan pemberian otonomi kepada daerah dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan daerah sesuai dengan kondisi daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk  mengurangi ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat.


            Di antara berbagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah dari  Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu upaya peningkatan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)  perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah  daerah  baik dengan cara intensifikasi maupun dengan cara ekstensifikasi dengan maksud agar daerah tidak terlalu mengandalkan/menggantungkan harapan pada pemerintah tingkat atas tetapi harus mampu mandiri sesuai cita–cita  otonomi yang  nyata dan bertanggungjawab.


            Koswara (2000:50) menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber–sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan  keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan pada pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.


            Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara di samping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, sebagaimana dikatakan oleh Santoso (1995:20), bahwa   proporsi PAD  terhadap total  penerimaan tetap  merupakan indikasi “derajat kemandirian “ keuangan suatu pemerintah  daerah.


            Sebagai daerah otonom, Kabupaten Landak dituntut untuk dapat memiliki kemandirian terutama dalam hal penggalian dan pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah. Retribusi pasar merupakan salah satu jenis retribusi yang diharapkan cukup potensial sebagai penyumbang  pada retribusi daerah. Dalam tabel 1  memperlihatkan besaran retribusi pasar dan besaran retribusi PAD dan persentase pencapaian target di Kabupaten Landak:


Tabel 1


Target Retribusi pasar, Realisasi Retribusi Pasar,  Realisasi Retribusi Daerah, Realisasi PAD dan  Persentase Pencapaian Target Retribusi Pasar


di Kabupaten Landak, 2000-2002















































Tahun



Target


Retr. Pasar



Realisasi


Retr. Pasar



Realisasi


Retr. Daerah



Realisasi


PAD



% Pencapaian


Target



1



2



3



4



5



6 = 3 : 2



2000*



2.147.000



2.430.000



98.315.000


324.148.000

113,1



2001



3.125.500



3.240.000



147.538.000


574.640.800

103,67



2002



4.000.000



4.467.600



288.724.600


934.587.700

111,69



Sumber : Dispenda Kabupaten Landak, Target dan Realisasi Retr. Pasar, Retr.Daerah,


                Realisasi PAD dan Persentase Pencapaian Target Beberapa Terbitan


                (data diolah)


Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa realisasi retribusi pasar selama tahun 2000-2002 selalu melampaui target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2000 ditargetkan sebesar Rp.2.147.000 dan realisasinya sebesar Rp.2.430.000 atau 113,1%, tahun 2001 ditargetkan sebesar Rp.3.125.500 realisasi sebesar       Rp.3.240.000 atau 103,67% dan tahun 2002 target sebesar Rp.4000.000 realisasi sebesar Rp.4.467.600 atau 111,69%.


Berdasarkan tabel 1.1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa realisasi retribusi pasar selama tiga tahun terakhir selalu melampaui target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2000 ditargetkan sebesar Rp.2.147.000 dan realisasinya sebesar Rp.2.430.000 atau 113,1%, tahun 2001 ditargetkan sebesar Rp.3.125.500 realisasi sebesar       Rp.3.240.000 atau 103,67% dan tahun 2002 target sebesar Rp.4000.000 realisasi sebesar Rp.4.467.600 atau 111,69


Sesuai dengan urian di atas, maka permasalahan umum yang ditemui dalam pengelolaan pajak/retribusi  daerah adalah masih terbatasnya kemampuan daerah dalam mengidentifikasikan dan menentukan potensi riil obyek pajak/retribusi  yang dimilikinya. Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak/retribusi daerah selama ini belum didasarkan atas perhitungan potensi yang realistis. Penghitungan pajak/retribusi hanya didasarkan atas pendekatan incremental, yaitu keinginan untuk selalu menaikkan pajak/retribusi tanpa mempertimbangkan perkembangan kondisi riil. Dengan demikian, permasalahan utama yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah “bagaimana menghitung potensi retibusi pasar di Kabupaten Landak secara lebih akurat dan faktual, sehingga dapat memberikan kontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD)”.


1.2   Keaslian Penelitian


Berdasarkan penelitian  mengenai pungutan retribusi pasar di mana setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, hal ini dikarenakan situasi dan kondisi  daerah yang berbeda, terutama daerah perkotaan di mana karakter masyarakat dan kondisi wilayah perkotaan yang  sangat heterogen dan bervariasi. Telah banyak dilakukan penelitian oleh para peneliti mengenai pungutan retribusi pasar terdahulu, namun hasil dan kesimpulannya berbeda dibandingkan dengan pungutan retribusi pasar di kota–kota yang telah diteliti tersebut.


            Miller dan Russek (1997),  meneliti tentang hubungan struktur fiskal Pemerintah Negara Bagian, pemerintah lokal dan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pajak negara dan daerah memberikan pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan ekonomi jika penerimaan yang ada digunakan untuk membiayai pembayaran transfer, tetapi hal ini tidak terjadi jika penerimaan yang ada digunakan untuk membiayai pelayanan publik.


Mc.Queen, (1998), yang melakukan penelitian di Ontario tentang pengembangan kebijakan sebuah model dan mengurus retribusi untuk pemerintah kota menyimpulkan bahwa retribusi merupakan komponen penting sebagai sumber pendapatan Pemerintah Kota yang akan memerlukan perhatian pada     pembuatan  kebijakan   pada masa yang akan           datang.   Pengembangan sistem kinerja manajemen yang mengikat setiap kinerja manajer yang masih memerlukan riset yang lebih lanjut.


           Kim, (1997), meneliti tentang peranan sektor publik lokal dalam pertumbuhan ekonomi regional di Korea. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peranan pemerintah  daerah dalam pertumbuhan ekonomi regional sangat signifikan. Pajak daerah dan penerimaan bukan pajak memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi regional, sementara investasi dan konsumsi pemerintah  daerah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan.


            Penelitian terhadap retribusi pasar juga dilakukan oleh Sudarmadji, (2000) di Kabupaten Sorong. Penelitiannya mengkaji tentang tingkat efisiensi pemungutan retribusi pasar dan menganalisis tingkat efektivitas pemungutan retribusi pasar berdasarkan potensi. Kambu, (2000), juga mengadakan penelitian tentang potensi dan proyeksi retribusi pasar di Kotamadya Jayapura. Kambu mencatat adanya perbedaan efektivitas dalam hal penerimaan retribusi pasar, bila menggunakan potensi dan target penerimaan sebagai dasar perhitungan Indeks Kinerja Penerimaan (IKP). Dengan dasar potensi, IKP menunjukkan ketidakefektifan pemungutan retribusi pasar, sementara jika target dijadikan dasar perhitungan, maka pemungutan retribusi pasar menjadi efektif.


           Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan peneliti yang telah disebutkan di atas, terutama karena di samping berbeda dalam masalah waktu, lokasi dan tempat, karakteristik sosial ekonomi dan sumber daya alamnya,  variabel independen yang dipilih dalam penelitian ini juga berbeda, yaitu variabel target dan realisasi retribusi pasar dan retribusi daerah serta realisasi  PAD, jumlah subyek dan obyek retribusi pasar,   jumlah usaha kios, jumlah los dan pelataran, jenis dagangan, pengenaan tarif, data dan biaya operasional yang digunakan. Sejauh ini penelitian mengenai potensi penerimaan retribusi pasar di Kabupaten Landak belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. 


1.3   Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1   Tujuan penelitian


Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menghitung potensi penerimaan retribusi pasar di Kabupaten Landak tahun 2000 – 2002 yang  dapat  dirinci sebagai berikut.




  1. Untuk menghitung kontribusi retribusi pasar terhadap retribusi daerah dan  terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Landak  selama  periode 2000 - 2002.

  2. Untuk menghitung pertumbuhan retribusi pasar dan retribusi daerah, di Kabupaten Landak  selama periode 2000 - 2002.

  3. Untuk menghitung potensi penerimaan retribusi pasar di Kabupaten Landak tahun 2002 dan proyeksi potensi 2003-2004.

  4. Untuk menghitung efektivitas dan efisiensi pemungutan  retribusi pasar di Kabupaten Landak periode 2000 – 2002.


1.3.2      Manfaat  penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut.




  1. Memberikan masukan dan informasi bagi Pemerintah  Daerah Kabupaten Landak,  sekaligus dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal pengelolaan retribusi pasar.

  2. Memberikan manfaat bagi Pemerintah  Daerah Kabupaten Landak dalam usaha meningkatkan sumber-sumber penerimaan daerah dan memahami konsep serta metodologi penghitungan potensi retribusi pasar.

  3. Hasil penelitian di harapkan dapat menjadi  bahan perbandingan bagi para peneliti  yang berminat mengadakan penelitan terhadap retribusi pasar.

0 komentar:

Posting Komentar