PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PROPINSI SUMATERA BARAT

BAB I


PENGANTAR


1.1  Latar Belakang


Pembangunan ekonomi adalah upaya yang terencana dalam mengelola segenap sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di mana sumber daya relatif terbatas bahkan sebagian tidak dapat diperbaharui atau bertambah dengan cepat sedangkan kebutuhan manusia terus meningkat jumlah dan beragam jenisnya. Kebutuhan tersebut tidak selalu dapat dipenuhi oleh sebuah daerah karena keterbatasan sumber daya, dengan demikian secara alamiah telah terbangun hubungan ekonomi antar daerah yang saling terkait dan bergantung.


Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Menurut Arsyad (1999:108) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintahan daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan   kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.


Pembangunan di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada wilayah tertentu seperti Pulau Jawa, Sumatra, sebagian Sulawesi dan Kalimantan.  Dilaksanakan secara sektoral, akibatnya hasil pembangunan yang dicapai tidak optimal karena egoisme sektoral kuat sekali. Selain itu pembangunan diwarnai oleh kekuatan politik dan lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan dari pada lautan, sehingga menyebabkan tidak meratanya laju pembangunan yang berdampak pada perbedaan pendapatan per kapita dan perbedaan pengembangan wilayah antarkabupaten/kota.


Sampai saat ini belum ada definisi yang baku mengenai wilayah pesisir namun ada kesepakatan umum di dunia bahwa pengertian wilayah pesisir secara ekologis adalah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, di mana daratan mencakup daerah yang dipengaruhi proses lautan seperti pasang surut, intrusi air laut, gelombang dan angin laut sedangkan lautan yang dipengaruhi proses daratan seperti dampak kegiatan manusia, sedimentasi aliran sungai dan pencemaran. Secara administratif wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus garis pantai kearah laut dengan jarak 4 mil, 12 mil, 200 mil (Dahuri dkk, 1996:6).


Tahun 1982 United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) mengukuhkan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan semua pengairan/laut di antara pulau-pulau yang disebut perairan Nusantara. Selain itu ada pula kesepakatan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) selebar 200 mil laut diukur dari garis pantai. Dalam Undang-undang No.22 tahun 1999 bahwa kewenangan propinsi diwilayah laut selebar 12 mil laut dari garis pantai  dan kewenangan kabupaten/kota adalah sepertiganya sebesar 4 mil.


Negara Indonesia mempunyai potensi sumber daya kelautan yang sangat besar dan beragam, tercermin dari keanekaragaman hayati, budidaya perikanan, pariwisata bahari, sumber daya mineral, minyak, gas bumi, dan jasa kelautan. Khusus Propinsi Sumatera Barat mempunyai ± 375 buah pulau besar dan kecil, sedangkan luas perairan laut diperkirakan 186.500 km2 dengan panjang garis pantai ± 2.420,387 km dengan rincian Kota Padang ± 99,632 Km, Kabupaten Pesisir Selatan ± 278,200 Km, Padang Pariaman ± 62,332 Km, Kepulauan Mentawai ± 1.798,800 Km, Agam ± 38, 469 Km dan Pasaman ± 142,955 Km (RTRW Propinsi, 2000:12).


Posisi Propinsi Sumatera Barat terletak antara 0° 54' Lintang Utara dan 3° 30' Lintang Selatan serta 98° 36' dan 101° 53' Bujur Timur, dengan jumlah penduduk pada tahun 2001 mencapai 4,24 juta jiwa. Secara administratif wilayah Propinsi Sumatera Barat terdiri dari sembilan Kabupaten dan enam Kota, di mana kawasan pesisir meliputi Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Pasaman dan Kabupaten Kepulauan Mentawai yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2000. Untuk lebih jelas posisi geografis dari kawasan pesisir disajikan dalam Peta Administrasi (Gambar 1.3).


Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan adalah perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun, PDRB Propinsi Sumatera Barat merupakan penjumlahan dari hasil produk barang dan jasa (PDRB) dari seluruh Kabupaten/Kota, berarti mencerminkan secara umum kondisi pertumbuhan perekonomian Kabupaten/Kota. Untuk mengetahui pertumbuhan PDRB Propinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan 1993 disajikan dalam Gambar 1.1.


Produk Domestik Regional Bruto juga mencerminkan kemampuan berbagai sektor perekonomian dalam menghasilkan suatu nilai tambah pada produknya, semakin besar peranan suatu sektor terhadap total PDRB maka semakin besar pula peranan sektor tersebut dalam perkembangan perekonomian. Untuk mengetahui kontribusi sektor dalam perekonomian Propinsi Sumatera Barat periode tahun 1993 sampai 2000, disajikan dalam Gambar 1.2.


Gambar 1.1


Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Barat, 1993-2000


Gambar 1.2


Kontribusi PDRB Menurut Lapang Usaha Propinsi Sumatera Barat, 1993-2000


Dalam pengembangan wilayah memadukan pendekatan pertumbuhan sektoral dan regional, yang memungkinkan terjadinya keterkaitan antarwilayah pengembangan atau antarkabupaten/kota dalam suatu wilayah pengembangan. Pemerintah pusat secara nasional melakukan konsep pengembangan wilayah melalui penataan ruang sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 1997, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang bertujuan untuk mengembangkan pola dan struktur ruang nasional dengan memperhatikan kawasan budidaya dan kawasan lindung (Witoelar, 2000:16).


Pengembangan wilayah dilaksanakan dengan memanfaatkan ruang pada kawasan budidaya dan dipilih kawasan-kawasan yang dapat berperan mendorong pertumbuhan ekonomi, sebagaimana diarahkan RTRW Nasional melalui identifikasi sektor-sektor unggulan yang akan dikembangkan. Untuk lebih detail dijelaskan pada RTRW Propinsi, RTRW Kabupaten/Kota maupun rencana detail kota (Renko) Kecamatan.


Permasalahan penelitian ini adalah apakah ada keterkaitan dalam pengembangan ekonomi (wilayah) antarkabupaten/kota kawasan pesisir dengan kawasan bukan pesisir di Propinsi Sumatera Barat. Hal itu sangat penting untuk dapat memacu pengembangan kawasan pesisir Propinsi Sumatera Barat lebih cepat.


1.2  Keaslian Penelitian


Penelitian yang membahas topik tentang pengembangan kawasan dengan pendekatan sektoral maupun spasial telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu seperti berikut.




  1. Benziger (1996) meneliti tentang hubungan keterkaitan antarkota dan desa di Post-Moa China, pembahasan menitikberatkan pada apakah kinerja pertumbuhan desa-desa dipengaruhi oleh akses yang dimiliki, mengunakan analisis regresi (ekonometrika) dengan variabel berupa jarak antara desa dengan kota, fasilitas yang digunakan, output dari industri, tingkat pendidikan dan jumlah tenaga kerja dalam sektor industri. Persamaan dengan penelitian adalah fokus pada hubungan keterkaitan antara dua wilayah, dan perbedaannya pada alat analisis, variabel, tahun dan lokasi yang diteliti.

  2. Mody dan Wang (1997) meneliti tentang pertumbuhan industri di pesisir China, pembahasan menitikberatkan pada apakah industri ringan dan berat dipengaruhi oleh faktor pendorong pertumbuhan (ketersediaan prasarana, tingkat pendidikan, investasi langsung dari luar negeri, dan pendapatan per kapita), mengunakan analisis regresi (ekonometrika) dengan data panel 23 industri dan daerah pesisir Cina. Persamaan dengan penelitian ini adalah fokus wilayah penelitian pada kawasan pesisir, dan perbedaannya pada alat analisis, variabel, tahun dan lokasi yang diteliti.

  3. Sjafrizal (1997) meneliti tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regional wilayah Indonesia bagian barat, pembahasan menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan antarwilayah Indonesia bagian barat, dengan mengunakan analisis Tipologi Klassen dan Wiliamson Indeks. Persamaannya adalah melihat klasifikasi pertumbuhan ekonomi dengan analisis Tipologi Klassen, sedangkan perbedaannya pada jumlah alat analisis, variabel, tahun dan fokus wilayah penelitian.

  4. Badrudin (1999) meneliti tentang pengembangan wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pembahasan menitik beratkan pada strategi pembangunan regional, dengan mengunakan Model Tempat Sentral, Teori Growth Pole dan Location Quotient. Persamaannya adalah tinjauan pengembangan wilayah dengan menggunakan analisis Location Quotient, Teori Growth Pole, sedangkan perbedaannya pada jumlah alat analisis, variabel, tahun dan fokus wilayah penelitian.

  5. Maindoka (2001) meneliti tentang pengembangan regional dengan konsep kawasan andalan Manado Bitung Sulawesi Utara, pembahasan menekankan pada apa pembentukan kawasan andalan berdasarkan potensi daerah, dengan mengunakan Model Rasio Pertumbuhan, Tipologi Klassen, Location Quotient, Shift Share modifikasi Esteban-Marquilas. Persamaannya pada tinjauan pengembangan regional dengan analisis Tipologi Klassen, Location Quotient sedangkan perbedaannya pada pada jumlah alat analisis, variabel, tahun dan fokus wilayah penelitian.

  6. Husen (2001) meneliti pengembangan wilayah Kabupaten Halmahera Tengah dengan pendekatan sektoral dan spasial, pembahasan menekankan pada strategi pembangunan daerah dan kaitannya secara regional, dengan mengunakan analisis interaksi wilayah, Location Quotient dan Shift-Share. Persamaannya pada tinjauan pengembangan regional dengan menggunakan analisis Location Quotient dan interaksi wilayah sedangkan perbedaanya pada pada jumlah alat analisis, variabel, tahun dan fokus wilayah penelitian.

  7. Tristijanti (2002) meneliti tentang evaluasi Kecamatan Sentolo sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo, pembahasan menekankan pada peranan Kota Sentolo sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi, dengan menggunakan analisis Skalogram dan Gravitasi. Persamaannya pada tinjauan pengembangan regional dengan menggunakan analisis Skalogram dan Gravitasi sedangkan perbedaanya pada pada jumlah alat analisis, variabel, tahun dan fokus wilayah penelitian.


1.3  Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1  Tujuan penelitian


 Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian adalah :




  1. mengindentifikasi klasifikasi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota  kawasan pesisir Propinsi Sumatera Barat;

  2. mengindentifikasi jumlah subsektor unggulan (basis) kabupaten/kota kawasan pesisir Propinsi Sumatera Barat;

  3. mengindentifikasi pusat pertumbuhan (hirarki Kota) kawasan pesisir Propinsi Sumatera Barat;

  4. mengindentifikasi tingkat keterkaitan antarkabupaten/kota kawasan pesisir Propinsi Sumatera Barat.


1.3.2  Manfaat penelitian


Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :




  1. sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dalam perumusan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah khususnya pada kawasan pesisir;

  2. sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota khususnya yang berada di kawasan pesisir Propinsi Sumatera Barat dalam penyusunan kebijakan pengembangan wilayah dan perencanaan pembangunan;

  3. sebagai bahan atau referensi bagi peneliti lain yang ada hubungannya dengan permasalahan atau permasalahan lain yang ada berkaitan dengan pengembangan kawasan pesisir.

0 komentar:

Posting Komentar