ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI KOTA AMBON (PERBANDINGAN DENGAN KABUPATEN LAIN DI PROPINSI MALUKU)

BAB I


PENGANTAR


1.1  Latar  Belakang


Sejak diberlakukannya Undang-undang  Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah, maka daerah diberi keleluasaan untuk mandiri. Tujuan yang hendak dicapai pada pemberian otonomi daerah tersebut adalah : “Terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab” Otonomi yang nyata berarti bahwa pemberian otonomi kepada daerah adalah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah yang bersangkutan untuk mengurus rumah tangga di daerahnya.


Dalam hubungannya dengan Propinsi Maluku yang telah mengalami Konflik sosial yang di mulai tanggal 19 Januari 1999 merupakan suatu peristiwa yang tidak pernah akan dilupakan oleh masyarakat Maluku sehingga merusak semua tatanan hidup dan pembangunan yang telah dibangun bertahun- tahun. Hal ini menyebabkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Maluku secara keseluruhan mengalami penurunan yang sangat drastis.


Oleh karena itu dalam Propenas, Propinsi Maluku sebagai satu dari tiga daerah konflik diIndonesiamendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat dengan berbagai arah kebijakan untuk  pembangunan ke depan. Dua  Propinsi lain yaitu daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya.


Lebih lanjut GBHN 1999-2004 juga  mengamanatkan perlunya upaya untuk mempercepat pembangunan  ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi daerah, serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi  pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Arsyad 1999, bahwa pembangunan  ekonomi adalah suatu proses, dimana suatu masyarakat menciptakan suatu lingkungan fisik/peraturan-peraturan/attitudinal yang mempengaruhi hasil-hasil pembangunan ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja  dan pertumbuhan ekonomi. Dalam sumberdaya-sumberdaya pembangunan menciptakan lingkungan yang sehat, pemerintah daerah menggunakan yang utama.(Arsyad:136)


Dalam PROPENAS  2000-2004 salah satu  isu lintas bidang  dalam peningkatan pembangunan daerah adalah Pembangunan Lintas Wilayah. Isu ini mencakup  upaya  pengembangan wilayah untuk mendayagunakan  potensi dan kemampuan daerah dengan  berbagai alat kebijakan yang  mendukung perkembangan perekonomian daerah, berkembangnya pemukiman, perkotaan, pedesaan, wilayah cepat tumbuh, perbatasan dan wilayah tertinggal, dan pemberdayaan  masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan hidup dan kehidupannya.


Pusat-pusat pertumbuhankotamerupakan penerapan sesuai model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang dan pengembangan ekonomi. Pola pengembangan tata ruang Propinsi Maluku yaitu  Konsep Pengembangan “ Laut Pulau” . Konsep ini secara makro lebih menitik beratkan pada pandangan bahwa  Kepulauan Maluku sebagai satu  kesatuan ekonomi dengan wilayah lain terutama wilayah yang berbatasan dengan Propinsi Maluku (Propeda Maluku).


Untuk  pengembangan  lintas wilayah tersebut, maka  potensi ekonomi potensial di masing-masing daerah Kabupaten/Kota perlu diketahui, agar terjadi link  atau  berkolaborasi antardaerah yang satu dengan yang lain di Propinsi Maluku sesuai dengan  kemampuan daerah  dan untuk meningkatkan potensi daerah karena ada pengaruh yang mernguntungkan dari daerah yang lain (spread effect) sehingga perekonomian daerah lebih dipacu untuk maju.


            Menurut Kunarjo (2002:23), Menyusun perencanaan pembangunan  merupakan pekerjaan yang sangat ruwet. Kesulitan dalam penysunan itu antara lain karena meliputi banyak stakeholder  yang terlibat, disamping masalah politik yang tidak dapat diabaikan. Pada dasarnya perencanaan pembangunan mempunya beberapa persyaratan  antara lain: (1) Perencanaan  harus didasari dengan tujuan pembangunan; (2)  perencanaan harus konsisten dan realistis; (3) perencanaan harus dibarengi dengan pengawasan yang kontinyu; (4)  perencanaan harus mencakup aspek fisik dan pembiayaan; (5) para perencana harus memahami berbagai  perilaku dan hubungan antarvariabel ekonomi; (6) perencanaan harus mempunyai koordinasi.


Menurut  Arsyad (1999:15), suatu  perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan  atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai lebih tinggi dari waktu sebelumnya. Dengan kata lain,  perkembangannya baru terjadi  jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan  perekonomian tersebut  bertambah besar pada  tahun-tahun berikutnya.


            Hal ini jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian Propinsi Maluku yang  baru keluar dari  konflik sosial, maka bisa dikatakan bahwa pertumbuhannya negatif atau tidak ada perkembangan. Propinsi Maluku  dengan diberlakukannya  Undang-undang  nomor     46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, maka otomatis wilayah maupun pemerintahan Propinsi Maluku terbagi menjadi 2 (dua) Propinsi yaitu Propinsi Maluku  dan Propinsi Maluku utara


Propinsi Maluku membawahi  5 (lima) Kabupaten/Kota yaitu:(1)    Kabupaten  Maluku  Tengah; (2) Kabupaten Maluku Tenggara; (3)  Kabupaten Maluku Barat; (4) Kabupaten Pulau Buru; (5) Kota Ambon.      Kota Ambon merupakan satu dari 5 kabupaten/kota di Propinsi Maluku, terdiri dari  3 kecamatan (Kecamatan Nusaniwe,  Kecamatan Sirimau dan Kecamatan Teluk Ambon Baguala) 30 Desa, 20 kelurahan  dengan luas wilayah  377 Km2. Menurut sensus penduduk tahun 1990 Jumlah penduduk  Kota Ambon sebanyak 275.888 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,71 % per tahun antara 1990 -1995. Tahun 2000 jumlah penduduk menurun hingga 191.057 jiwa, atau mengalami penurunan –3,61%. Jumlah tersebut berkurang karena eksodus masyarakat ke luar kota akibat kerusuhan yang melanda Kota Ambon (BPS Kota Ambon). Dengan kondisi geografis tersebut, maka kepadatan penduduk Kota Ambon tercatat 768 jiwa per Km2  dan  menurun menjadi  532 jiwa per Km2  pada tahun 2000.


            Gambaran tentang pembangunan ekonomi Kota Ambon  dari tahun 1995 – 2000 dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).


Tabel 1.1


PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 di KotaAmbon, 1995-2000  (dalam jutaan)























































































































 

No


S   e k  t o r



T a h u n



1995



1996



1997



1998



1999



2000



1


Pertanian

140.987,56



156.088,25



176.867,39



200.519,84



163.581,83



132.166,52



2


Pertambangan & Penggalian

6.765,34



6.962,34



6.800,62



5.063,74



611,75



753,19



3


Industri Pengolahan

74.565,94



70.972,53



65.258,31



52.839,65



19.368,18



13.234,28



4


Listrik,Gas &Air Bersih

9.876,67



9.638,36



10.186,21



10.724,46



9.043,57



7.676,38



5


Bangunan

40.877,63



42.724,75



44.685,91



24.805,15



1.821,22



2.229,90



6


Perdagangan, Hotel  & Restoran

179.876,48



189.805,23



197.402,11



153.325,79



64.044,07



100.918,90



7


Pengangkutan & Komunikasi

97.886,12



98.112,41



105.238,22



107.451,24



87.460,49



93.871,37



8


Keuangan,  Persewaan   &

Jasa perusahaan

97.654,42



95.550,73



101.949,98



90.622,50



64.655,85



53.245,69



9


Jasa – Jasa

143.987,31



145.068,09



153.221,33



153.07870



151.477,06



155.506,65




T o t a l

792.477,41



814.922,69



861.610,08



798.431,07



562.064,02



559.552,88



Sumber : BPS  Kota Ambon,  PDRB  Kota Ambon 1995-2000,  beberapa  terbitan


Secara umum dapat dilihat perkembangan perekonomian dalam PDRB Kota Ambon selama periode 1995 - 2000, menunjukkan bahwa PDRB Kota Ambon, total pada tahun 1995  sebesar Rp792.477,41,juta, tahun 1996 naik menjadi Rp814.922,69 juta, tahun 1997 sebesar Rp861.861,08 juta, tahun 1998 turun menjadi Rp798.431,07 juta, tahun 1999 terus menurun menjadi Rp562.064,02 juta, dan pada tahun 2000 juga turun menjadi Rp559.552,88 juta. Turunnya PDRB  pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, selain diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda seluruh Indonesia juga melanda Kota Ambon, penurunan itu juga karena akibat dari konflik sosial yang melanda Propinsi Maluku, khususnya Kota Ambon.


Sektor  yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB   masing – masing untuk tahun 1995–1997 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran,  sedangkan tahun 1998 – 2000 mengalami pergeseran diganti oleh sektor pertanian seirama dengan krisis ekonomi dan kerusuhan yang melanda propinsi Maluku pada umumnya. Secara umum sektor–sektor yang dominan terhadap PDRB adalah sektor Pertanian, Perdagangan,hotel dan restoran, Angkutan & komunikasi serta sektor jasa-jasa.


Tabel 1.2


Distribusi  Persentase  PDRB Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut  Kabupaten /Kota  di Propinsi Maluku 1995 – 2000
















































































No




Kabupaten/Kota



T a h u n



1995



1996



1997



1998



1999



2000



1



Kota Ambon



41.88



42.54



43.83



43.06



42.46



40.81



2



Kabupaten Maluku Tengah



39.53



39.04



39.83



40.16



35.33



26.47



3



Kabupaten PulauBuru



-



-



-



-



-



41.88



4



Kabupaten Maluku Tenggara



18.59



18.42



16.34



16.78



21.65



11.38



5



Kabupaten Maluku Tenggara Barat



-



-



-



-



-



11.46




T o t a l




100




100




100




100




100




100



Sumber  : BPS Prop. Maluku, Maluku dalam Angka  beberapa edisi.


)*   Termasuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat


)**  Termasuk Kabupaten P.Buru.


Pada  tahun 2000, PDRB di Propinsi Maluku sudah terdistribusi di 5 Kabupaten/Kota karena 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Pulau Buru dan Kabupaten Maluku tenggara Barat adalah pemekaran dari Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Maluku Tenggara. Dari Tabel 1.2 terlihat bahwa distribusi PDRB terbesar adalah Kota Ambon  dan terrendah adalah Kabupaten Maluku Tenggara.


Tabel 1.3


PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993  di Propinsi  Maluku , 1995-2000 (dalam jutaan)























































































































 

No


S   e   k   t   o   r



T  a  h  u  n



1995



1996



1997



1998



1999



2000



1


Pertanian

439.028,5



473.864,9



515.095,6



544.980,9



453.943,5



436.782,3



2


Pertambangan & Penggalian

93.478,0



105.380.2



55.456,0



38.261,0



17.396,5



11.122,3



3


Industri Pengolahan

246.729,4



261.427,0



260.510,6



242.005,1



99.074,83



67.586,6



4


Listrik,Gas &Air Bersih

11.244,4



12.546,3



13.578,6



14.362,8



12.716,1



11.413,5



5


Bangunan

152.084,6



169.851,6



182.665,4



106.574,8



10.790,7



10.824.2



6


Perdagangan, Hotel  & Restoran

361.353,1



386.268,0



405.423,1



366.904,7



262.294,2



278.478,4



7


Pengangkutan & Komunikasi

113.921,9



127.113,52



136.552,8



140.798,9



127.540,9



128.493,7



8


Keuangan,  Persewaan   &  Jasa perusahaan

122.997,6



133.220,3



141.507,2



130.450,3



98.493,0



87.211,2



9


Jasa – Jasa

227.693,4



245.471,0



255.245,4



256.083,9



254.247,6



266.351,5




T o t a l

1.768.530,9



1.915.442,9



1.966.034,7



1.840.422,4



1.336.497,6



1.298.263,8



Sumber : BPS  Propinsi  Maluku ,  PDRB  Propinsi  Maluku Tahun  1995-2000,  beberapa  terbitan.


Dari  Tabel 1.3 terlihat  bahwa selama  periode tahu 1995 – 2000, semua Kabupaten/Kota  mengalami perubahan distribusi persentase PDRB.   Distribusi persentase PDRB tertinggi  terlihat pada Kota Ambon dibanding dengan Kabupaten lain pada periode 1995–2000. Kota Ambon dengan  kedudukan geografis  ditunjang dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai, merupakan pusat transit barang, jasa dan manusia  dari dan ke wilayah–wilayah lain di sekitar terutama Pulau – pulau Lease, P. Seram, P. Banda dan P. Buru, dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Dengan semakin kondusifnya kondisi keamanan dan semakin solidnya kondisi di Propinsi Maluku khususnya Kota Ambon, maka diharapkan kondisi perekonomiannya akan kembali pulih.


Berdasarkan uraian tersebut dan semenjak diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah  dan undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah pada awal Januari 2001, maka peluang bagi Pemerintah Daerah Kota Ambon untuk merencanakan dan merumuskan strategi kebijakan pembangunan daerahnya sendiri, berdasarkan keunggulan komparatif daerahnya agar dapat mengembangkan kreativitasnya dalam melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan (sustainable). Salah satu upaya untuk menyusun pembangunan dimaksud yaitu dengan cara mengidentifikasi dan menganalisa sektor ekonomi potensial yang selama ini memberikan kontribusi pada pembangunan daerah dalam pengembangan wilayah Kota Ambon sebagai pusat pertumbuhan  dan belum tergarap secara optimal.


Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian tentang Analisis   sektor ekonomi potensial dalam perencanaan pembangunan di Kota Ambon sebagai perbandingan dengan kabupaten lain di Propinsi Maluku sangat penting untuk dikaji secara lebih terinci, sehingga sektor ekonomi potensial dapat lebih dikembangkan. Dengan mengetahui potensi ekonomi yang akan dikembangkan, maka penyusunan perencanaan pembangunan daerah dapat lebih terarah dalam rangka mengisi otonomi daerah di masa yang akan datang, sehingga pada akhirnya kemandirian daerah dapat terwujud.


1.2 Keaslian Penelitian


Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan sektor ekonomi potensial pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya Hanham dan Shawn (2000) melaksanakan penelitian di Jepang dengan menggunakan Shift-share analysis yang difokuskan pada perubahan kesempatan kerja manufaktur yaitu mengamati struktur wilayah terhadap kesempatan kerja. Coughlin and Pollard di Amerika Serikat (2001) mereka  membandingkan pertumbuhan ekspor manufakturing di berbagai negara bagian (Lousiana,Montana, Hawai dan Texas) apa yang menimbulkan perbedaan dengan memakai alat analisis shift share klasik  dan kemudian dilanjutkan dengan ekstensi (perluasan) dari Gazel dan Schwer. Hasil yang didapat  yaitu selama tahun 1988 sampai 1998 kinerja ekspor negara bagian menunjukkan banyak variasi.


Di dalam Negeri penelitian telah dilakukan oleh Pudjiwinarno (2002) untuk melihat model Pengembangan wilayah Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi (studi kasus Kabupaten Sleman) dengan menggunakan alat analisis Shift share, Location Quotient (LQ), Model Ratio Pertumbuhan. Lubis (2002) melakukan penelitian untuk mengetahui sektor ekonomi yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah dan mengidentifikasi peranan kegiatan sektor ekonomi potensial yang dapat dikembangkan serta untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Maluku Tenggara.


Beberapa penelitian yang disebutkan di atas akan menjadi acuan dalam penulisan ini. Ada beberapa perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi yang berbeda yaitu Kota Ambon dan rentang waktu dari data dalam penelitian ini, yaitu menggunakan data PDRB sektor/subsektor periode 1995-2000 dengan alat analisis Location Quotient (LQ), Shift-share analysis dan Klassen Typology, Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan analisis Overlay sebagai dasar analisis, dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam  kajian empiris bagi perencanaan dan kebijaksanaan pembangunan daerah di Kota Ambon.


1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini  bertujuan untuk :




  1. mengetahui dan menganalisis sektor ekonomi potensial diKotaAmbon;

  2. untuk  mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi KotaAmbon.

  3. membandingkan struktur ekonomi di Kota Ambon dan kabupaten lain di Propinsi Maluku sebelum dan sesudah  konflik  sosial di Maluku.


1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini  diharapkan:




  1. dapat  melihat struktur ekonomi dan memberikan  sumbangan kepada pemerintah  Kota Ambon  dalam penyusunan perencanaan  dan kebijakan pembangunan  Kota Ambon;

  2. dapat memberikan gambaran kegiatan  perekonomian  lintas wilayah Kabupaten/Kota  sebelum  dan  sesudah  konflik  sosial  di Propinsi Maluku;

  3. dapat memberikan informasi  dan acuan untuk penelitian–penelitian selanjutnya  di Propinsi Maluku pada umumnya dan di Kota Ambon pada khususnya.

0 komentar:

Posting Komentar