Evaluasi kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2001

BAB I


PENGANTAR


1.1 Latar Belakang


Sebagai tindak lanjut dari proses reformasi adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Perwujudan kedua produk hukum tersebut adalah pemberian otonomi yang diperluas kepada daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk diberi kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar di dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri atas dasar aspirasi masyarakat.


Mardiasmo (2002, 59) tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.


Sebagai sebuah organisasi, pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya selalu berpatokan pada peraturan dan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas pokok organisasi pemerintah adalah mengantarkan rakyatnya ke pintu gerbang kesejahteraan dan kemakmuran serta kebebasan (democracy). Tugas tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai public service yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, developing atau sebagai motor pembangunan (pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan distribusi pendapatan dan kebutuhan pokok), serta  empowering (pemberdayaan SDM dan teknologi). Dengan tugas yang berat tersebut pemerintah adalah sebagai public figure  di mana dalam hal melaksanakan tugasnya harus selalu berdasarkan aturan main (role of game) yang dikemas dalam peraturan yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pusat/Daerah.


Oleh karena jarak antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya semakin dekat serta semakin kritisnya penilaian masyarakat terhadap pemerintah dan mempertanyakan kualitas pelayanan yang mereka terima, maka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) harus menjadi prioritas dalam issue strategis daerah saat ini. Menyikapi hal tersebut dan dengan semangat reformasi maka diterbitkanlah TAP MPR-RI  Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme dan Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 dengan judul yang sama sebagai tindak lanjut Tap MPR tersebut. Sebagai tindak lanjut dari produk hukum tersebut telah diterbitkan Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAN, 2000:2).


Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999, mengharuskan kepada setiap lembaga atau instansi pemerintah  untuk  dapat menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ( LAKIP ) tiap tahunnya. Format laporan serta cara pengukuran dan evaluasi kinerja lembaga atau instansi  berpedoman kepada metode AKIP.


Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan), sedangkan praktek terbaiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik). Agar good governance menjadi kenyataan dan sukses, dibutuhkan komitmen dari semua pihak, pemerintah dan masyarakat (LAN dan BPKP, 2000). Dalam sebuah organisasi publik, akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan merupakan kewajiban pertanggungjawaban mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaannya atas tugas dan fungsinya dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.


Untuk meningkatkan efisiensi, dan efektivitas programnya, serta agar mampu eksis dan unggul dalam persaingan yang semakin ketat dalam lingkungan yang berubah sangat cepat seperti dewasa ini, maka suatu instansi pemerintah harus terus menerus melakukan perubahan ke arah perbaikan.  Perubahan tersebut harus disusun dalam suatu tahapan yang konsisten dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil (LAN dan BPKP, 2000).


Pengukuran kinerja suatu instansi pemerintahan hanya lebih ditekankan  kepada  kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran (dana). Suatu instansi dikatakan berhasil melaksanakan tugas pokok dan fungsinya apabila dapat menyerap seratus persen anggaran pemerintah, walaupun hasil maupun dampak dari pelaksanaan program tersebut masih jauh di bawah standar (Widiasari, 2002:2).


Pada lembaga atau instansi pemerintah, tidak semua ukuran keuangan merupakan suatu hal yang mantap, karena pendapatan bukanlah pendekatan keluaran (outputs) yang tepat sebagaimana pada lembaga atau organisasi swasta atau privat ( Anthony dan Young, 1999:568). Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai suatu  kajian tentang tingkat kemampuan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengukur sampai sejauh mana suatu perusahaan atau organisasi mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam perbaikan pada masa yang akan datang. Kinerja juga merupakan  prestasi kerja atas sesuatu yang telah dilaksanakan berdasarkan standar yang ditetapkan.


Pengukuran kinerja (performance) merupakan alat yang bermanfaat dalam upaya mencapai tujuan, melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pengambilan keputusan manajemen. Jadi pengukuran kinerja dapat membantu meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan pemerintah (LAN, 2000:13). Dengan mengukur kinerja instansi pemerintah  juga  dapat  memberikan  kesempatan  bagi   masyarakat    untuk melihat sejauhmana uang yang dikeluarkan masyarakat untuk membiayai pembangunan dapat bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri dan pembangunan daerah.


Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, pertama  pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2002:121).


Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai suatu daerah yang baru berkembang, didalam menghadapi era otonomi tidak terlepas berupaya untuk  dapat  mengupayakan segala kegiatan atau aktifitas pembangunan di daerah secara efektif dan efisien sehingga memberi manfaat yang besar bagi masyarakat  daerah. Oleh karena itu  sangat diperlukan suatu pengukuran atas kinerja dari organisasi atau lembaga pemerintah sebagai suatu pengukuran terhadap keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan selama ini.


Untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah, maka   seluruh  aktifitasnya   harus   dapat   diukur, mulai  dari tahap planning (perencanaan), sampai dengan impact (dampak) yang ditimbulkan dari aktifitas instansi pemerintah. Pengukuran tersebut dilakukan dengan menetapkan indikator kinerja yang terdiri dari indikator input (masukan), process (proses), output (keluaran), outcomes (hasil), benefit (manfaat) dan impact (dampak). Dalam rangka good governance, pengukuran kinerja instansi pemerintah menjadi issue yang menarik untuk dibahas tidak hanya sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi juga sebagai pijakan untuk perbaikan dan meningkatkan kualitas program dan kegiatan dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan yang ditetapkan.


Bagi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya, pengukuran dan pengevaluasian terhadap kinerja diharapkan menjadi suatu penilaian keberhasilan atau kegagalan atas setiap kegiatannya yang telah dilaksanakan serta membantu di dalam mempertimbangkan penentuan rencana-rencana  strategis yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang menjadi pokok  permasalahan penelitian ini adalah "Bagaimana kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan pada tahun 2001?".


1.2  Keaslian Penelitian


Penelitian mengenai pengukuran kinerja telah banyak dilakukan, baik pada organisasi publik maupun organisasi privat, antara lain oleh Poister dan Streib (1999) yang melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja pemerintah  kota di Amerika Serikat. Ukuran  kinerja  yang  digunakan  adalah pengembangan indikator lalu membandingkan capaian kinerja dengan standar atau target yang penekanannya lebih pada efektivitas pelayanan. Hasil penelitian yang dilakukan adalah ditemukan bahwa 60-80% kota-kota di Amerika Serikat telah melaksanakan pengukuran kinerja  dan 40% di antaranya telah memanfaatkan ukuran kinerja secara tepat.


Hayes (2000) yang menganalisis secara deskripitif mengatakan bahwa ukuran yang tepat terhadap output pada sektor publik sulit untuk dipahami karena dua hal :




  1. sebagai pelayanan, outcome sulit diukur, karena data output yang tersedia pada sektor publik sering kabur;

  2. pada masyarakat yang beragam, sulit menentukan produk jasa yang bagaimana yang tepat untuk semua masyarakat.


Selanjutnya dikatakan bahwa, output sebaiknya disesuaikan dengan karateristik  dari jasa dimana hal tersebut ditetapkan, artinya output harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi.


Di Indonesia penelitian serupa pernah dilakukan oleh Makhfatih (1997) dalam Widiasari (2001) yang melakukan penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten di wilayah  Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengukuran kinerja Pemda dilakukan dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan  pemberian bobot indikator  yang tepat dengan tidak melebihi nilai tertentu, misalnya seratus persen yang dilakukan oleh setiap pemerintah daerah dan menjamin bahwa pembobotan   yang dipilih setiap   pemerintah  daerah  akan menghasilkan  ukuran  kinerja  terbaik  bagi  pemerintah  daerah  yang bersangkutan.


Bachmid (2001) meneliti tentang kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Yogyakarta dan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Penelitian ini menggunakan metoda akuntabilitas kinerja serta SWOT sebagai alat analisis. Pengukuran kinerja dilakukan dengan memperhatikan program kerja atau kegiatan/program/kebijaksanaan yang dilaksanakan DIPENDA Kota Yogyakarta tahun anggaran 2001. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kinerja kegiatan, program serta kebijaksanaan cukup baik dan posistif, dengan nilai capaian pada indikator outcome lebih besar dibandingkan nilai capaian indikator input dan output.


Widiasari (2002), melakukan penelitian tentang Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Penelitian tersebut menggunakan metode akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai alat analisis. Pengukuran dan evaluasi kinerja dilakukan dengan memperhatikan program, kegiatan dan kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun anggaran 2001. Hasil penelitian ini diketahui bahwa evaluasi terhadap kinerja kegiatan, program serta kebijaksanaan pada Dinas Kehutanan Provinsi Riau adalah sangat berhasil, dengan nilai capaian di atas 85 persen.


Pada saat penulisan ini dilaksanakan, penelitian tentang pengukuran kinerja di daerah Kabupaten Bengkulu Selatan belum dilakukan, begitu pula pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan. Perbedaan utama   dengan  penelitian   terdahulu  adalah  selain   berbeda  pada  daerah penelitian, di dalam penelitian ini juga menganalisis hubungan antara metode Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang diterapkan sebagai alat ukur kinerja instansi atau lembaga pemerintah dengan konsep pengukuran kinerja sektor publik.


1.3 Tujuan dan  Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan penelitian


Berdasarkan uraian pada latar belakang serta rumusan masalah yang ada, maka  tujuan penelitian ini adalah:




  1. mengukur dan mengevaluasi kinerja Dinas Pendapatan Daerah selama periode tahun anggaran 2001;

  2. mengevaluasi metode AKIP sebagai alat pengukuran kinerja pada lembaga atau instansi pemerintah.


1.3.2  Manfaat penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:




  1. hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan serta Lembaga lainnya dalam mengukur dan mengevaluasi kinerjanya;

  2. sebagai acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang ingin meneliti kinerja instansi pemerintah.


 

0 komentar:

Posting Komentar