KEBUTUHAN INVESTASI DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BENGKULU SELATAN

BAB I


PENGANTAR


1.1 Latar Belakang


Pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu dari bagian pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurut Arsyad (1999:108) bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta. Pola kemitraan tersebut diharapkan dapat menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.


Pelaksanaan pembangunan daerah selain diarahkan untuk meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam upaya mewujudkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa juga diarahkan untuk meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu. Pemerintah Daerah harus meningkatkan usaha dalam rangka pendayagunaan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut terutama potensi sumber daya alamnya guna mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.


Upaya mewujudkan keberhasilan pelaksanaan pembangunan di suatu daerah sangat terkait erat dengan kualitas perencanaan pembangunan daerah dalam upaya memanfaatkan serta mengelola sumber daya–sumber daya yang dimiliki, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut. Dalam usaha mendorong pertumbuhan ekonomi daerah juga diperlukan penentuan prioritas pembangunan daerah tersebut (Sjafrizal, 1997: 35 – 36).


Pembangunan ekonomi seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga menjamin penggunaan faktor-faktor produksi yang ada dengan sebaik-baiknya  untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Karena itu pemilihan kebijakan pembangunan harus ditentukan atas dasar sifat dan tujuan yang berbeda-beda yang hendak dicapai (Suparmoko dan Irawan, 2002:334).


Abdullah. dkk (2002:17) menyatakan bahwa perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut.




  1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

  2. Akumulasi kapital mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

  3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi masa lalu.

  4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.


Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat (Susanti, dkk, 2000:23).


Selanjutnya Todaro (2000:137) menjelaskan bahwa salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi modal (capital accumulation), yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumberdaya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu negara dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan output di masa-masa mendatang.


Kabupaten Bengkulu Selatan adalah salah satu bagian dari Propinsi Bengkulu             dengan luas wilayah 560.122 Km2. Kabupaten Bengkulu Selatan wilayah administratifnya terdiri dari 18 kecamatan, 377 Desa dan 20 kelurahan, terletak pada 4-5° Lintang Selatan dan 102-103° Bujur Timur, jumlah penduduk sampai akhir tahun 2001 sebanyak 375.724 jiwa.


Struktur perekonomian Kabupaten Bengkulu Selatan sampai akhir tahun 2001 masih didominasi oleh sektor pertanian, kontribusi sektor pertanian sebesar 38,16 persen, kemudian sektor jasa-jasa sebesar 18,41 persen, sektor pengangkutan dan telekomunikasi sebesar 13,83 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,42 persen, sektor bangunan sebesar 8,58 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 4,03 persen, sektor industri pengolahan sebesar 1,70 persen dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1,48 persen serta kontribusi terkecil adalah sektor listrik dan air bersih sebesar 0,35 persen,  besarnya kontribusi masing-masing sektor dapat dilihat pada Tabel 1.1.


Pada Tabel 1.1 dapat dilihat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkulu Selatan juga mengalami pertumbuhan yang negatif pada        tahun 1988 sebagai dampak krisis ekonomi yang melandaIndonesia. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkulu Selatan pada tahun 1998 mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 2,14 persen. Sektor ekonomi yang paling terpuruk mengalami krisis ekonomi yaitu sektor industri pengolahan, namun pada tahun 1999 perekonomian Kabupaten Bengkulu Selatan mulai   bangkit kembali tumbuh  sebesar 1,59 persen dan kemudian naik  kembali  pada tahun 2000 tumbuh  sebesar 4,29 persen dan tahun 2001 perekonomian Kabupaten Bengkulu Selatan tumbuh sebesar 4,19 persen.


Tabel 1.1


PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bengkulu Selatan, 1996-2001






















































































































































































No



Sektor/



Tahun


 

Sub Sektor



1996



1997



1998



1999



2000



2001*


        

1


Pertanian   118.414  112.607  112.745 109.265  116.884     119.837

2


Pertambangan dan penggalian       6.277      4.884      4.725     4.976      5.281         5.631

3


Industri pengolahan     14.332    11.289      4.589     4.737      4.948         5.292

4


Listrik dan air bersih       1.225      1.280      1.224     1.333      1.383         1.987

5


Bangunan     30.319    32.408    31.418   39.244    39.625       41.849

6


Perdagangan, hotel     46.628    52.846    52.855   53.615    56.314       60.222
 Dan restoran      

7


Pengangkutan dan komunikasi     43.855    45.568    45.173   45.174    46.709       48.225

8


Keuangan, persewahan     12.076    17.346    17.535   17.536    17.926       19.307
 Dan jasa perusahaan      

9


Jasa-jasa     80.120    82.803    83.030   83.030    85.250       87.532
        
 Jumlah

   353.246



  361.031



  353.294



 358.910



  374.320



     389.882


 Pertumbuhan

 -


        2,20      (2,14)       1,59        4,29           4,16
 Rata-rata pertumbuhan         2,02     

Sumber :     Produk Domestik Regional Bruto 1993-2001, BPS Bengkulu Selatan, 2002.


Sejalan dengan upaya meningkatkan pembangunan ekonomi, maka Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan dalam Program Perencanaan Pembangunan Daerah (PROPEDA) 2001-2005, telah menetapkan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Dengan melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah ini diharapkan akan memberi landasan yang kuat bagi pelaksanaan otonomi Kabupaten Bengkulu Selatan.


Dalam rangka merealisasikan program pembangunan ekonomi Kabupaten Bengkulu Selatan tentunya diperlukan tambahan modal (investasi) yang cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan, investasi ini berdasarkan sumbernya berasal dari investasi pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah tercantum dalam APBD belanja pembangunan baik yang bersumber dari APBD II, APBD I, DAU, DAK dan dari penerimaan lainnya, investasi ini banyak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana umum. Investasi swasta langsung digunakan pada kegiatan ekonomi produktif, investasi swasta dalam bentuk PMA, PMDN serta investasi dari masyarakat lainnya.


Anggaran yang tersedia selama ini bukan mencerminkan kebutuhan investasi secara keseluruhan untuk mencapai  pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk menghitung kebutuhan investasi yang sesungguhnya.


1.2 Keaslian Penelitian


Penelitian mengenai kebutuhan investasi dengan menggunakan pendekatan ICOR ini telah banyak dilakukan baik penelitian di dalam maupun di luar negeri. Penelitian ini juga menggunakan metode seperti penelitian terdahulu, hanya saja dibedakan oleh tempat, tahun penelitian.


Penelitian yang dilakukan oleh Pari (1998) di Kabupaten Daerah Tingkat II Sumba Timur, menggunakan pendekatan ICOR dengan time lag satu tahun, pengamatan  dilakukan  pada sektor primer, sekunder dan sektor tersier, temuannya menghasilkan  ICOR total Kabupaten Daerah Tingkat II Sumba Timur sebesar 2,51. Angka tersebut menunjukkan bahwa untuk meningkatkan tambahan output sebesar 1 unit di Kabupaten Dati II Sumba Timur diperlukan tambahan modal sebesar 2,51 unit.


Penelitian yang dilakukan oleh Cottani, dkk (1990)  dalam Kamaruddin (2002:11) menghitung ICOR dengan menggunakan beberapa variabel lain untuk mengetahui perilaku kurs riil dan kinerja ekonomi di beberapa negara-negara yang sedang berkembang (real exchange rate behavior and performance in LDCs), penelitian tersebut dilakukan di 24 negara sedang berkembang, yang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing terdiri dari 12 negara, kelompok pertama adalah negara-negara yang pertumbuhannya rendah (low-growth countries) seperti Somalia, Zambia, Jamaica, Chili, Sudan dengan ICOR rata-rata sebesar 6,0 dan kedua adalah negara-negara yang perkembangan tinggi (high-growth countries) seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan dan sebagainya dengan rata-rata ICORnya sebesar 3,6, dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan GDP per kapita lebih tinggi di negara-negara ICOR yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan ICOR yang lebih tinggi. Dari angka ICOR kedua kelompok negara-negara di atas dapat disimpulkan bahwa pada negara-negara yang pertumbuhannya tinggi diperlukan tambahan modal sebesar 3,6 unit untuk meningkat tambahan output sebesar 1 unit, sedangkan pada kelompok negara-negara yang pertumbuhannya rendah diperlukan tambahan modal sebesar 6,0 unit untuk menghasilkan tambahan output sebesar 1 unit.


Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Asaddin (2001) di Kalimantan Timur meneliti tentang pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja: terapan model kebijakan prioritas sektoral untuk Kalimantan Timur salah satu pendekatan yang digunakan adalah ICOR untuk menghitung investasi dari hasil penelitian tersebut menghasilkan besaran ICOR Propinsi Kalimantan Timur sebesar 7,14. Angka ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan tambahan output sebesar 1 unit di Propinsi Kalimantan Timur diperlukan tambahan modal sebesar 7,14 unit.


Penelitian yang dilakukan oleh Sunardi (2002) mengenai kebutuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah Propinsi Riau dengan pendekatan ICOR menemukan ICOR sebesar 3,41. Angka ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan tambahan output sebesar 1 unit di Propinsi Riau dibutuhkan tambahan modal sebesar 3,41 unit.


Penelitian yang dilakukan oleh Kamaruddin (2002) di Kota Padang Panjang, mengenai pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan investasi di Kota Padang Panjang dengan menggunakan pendekatan ICOR. Hasil penelitian di Kota Padang Panjang menghasilkan temuan empiris besaran ICOR sebesar 3,74, dengan demikian berarti untuk meningkatkan tambahan output sebesar 1 unit di Kota Padang Panjang diperlukan tambahan modal sebanyak 3,74 unit.


Dari hasil beberapa penelitian di atas didapatkan besaran ICOR yang beragam, ini menunjukkan bahwa di setiap daerah tingkat efisiensi penggunaan modal untuk meningkatkan tambahan output  juga berbeda-beda tergantung banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain ditentukan oleh kondisi geografis suatu daerah, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang menunjang daya tarik investasi serta faktor kelembagaan berupa peraturan-peraturan daerah yang ada di daerah tersebut.


1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :




  1. untuk mengetahui besaran ICOR Kabupaten Bengkulu Selatan;

  2. untuk mengetahui kebutuhan investasi Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2003-2005.


1.4  Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini.




  1. Memberikan bahan acuan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya dalam menyusun perencanaan dan menentukan kebijakan pembangunan daerah.

  2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

0 komentar:

Posting Komentar