POTENSI PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA DEPOK

BAB  I


PENGANTAR


1.1. Latar Belakang


Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan essensi kebijakan otonomi daerah yang bergulir dewasa ini  telah menempatkan kabupaten dan kota  sebagai titik berat otonomi nampaknya akan memberi harapan yang  lebih baik bagi daerah  untuk dapat mengembangkan diri. Otonomi juga memberi harapan  bagi masyarakat untuk  dapat  menikmati  pelayanan publik yang lebih baik dan terciptanya iklim demokrasi   di daerah serta memunculkan  harapan baru bagi masyarakat untuk memperoleh kebijakan–kebijakan  daerah yang lebih mementingkan  nasib mereka daripada hanya sekedar mengakomodasikan keinginan pemerintah pusat sebagaimana yang telah terjadi di masa yang lalu.


Otonomi daerah dengan berbagai harapan yang terdapat di dalamnya bukan lagi hanya merupakan suatu retorika belaka namun telah menjadi realita  yang harus ditangani dengan semangat untuk semakin memajukan kehidupan  masing-masing daerah dalam suatu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi daerah dengan harapan yang ada di dalamnya  harus senantiasa  disikapi dengan kerja keras agar semua harapan  yang diinginkan oleh kebijakan otonomi daerah dapat segera terwujud.


            Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan asli daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta peraturan pelaksanaan lainnya  termasuk Peraturan Daerah.


            Menurut Insukindro, dkk (1994:1) dalam kaitannya dengan pemberian otonomi kepada daerah dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan daerah sesuai dengan kondisi daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk  mengurangi ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat.


            Di antara berbagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah dari  Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh karena itu upaya peningkatan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)  perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah  baik dengan cara intensifikasi maupun dengan cara ekstensifikasi dengan maksud agar daerah tidak terlalu mengandalkan/menggantungkan harapan pada pemerintah tingkat atas tetapi harus mampu mandiri sesuai cita–cita  otonomi yang  nyata dan bertanggung jawab.


            Koswara (2000:50) menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber–sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan  keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan pada Pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.


            Pendapatan asli daerah (PAD) hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara di samping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, sebagaimana dikatakan oleh Santoso (1995:20) bahwa proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi “ derajat kemandirian “ keuangan suatu pemerintah daerah.


            Sebagai daerah otonom, Kota Depok dituntut untuk dapat memiliki kemandirian terutama dalam hal penggalian dan pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah. Salah satu komponen PAD  yang menjadi andalan adalah  penerimaan dari retribusi daerah, seperti terlihat pada tabel 1.1  memperlihatkan besarnya salah satu jenis penerimaan daerah yaitu retribusi pasar dan besarnya retribusi daerah di Kota Depok:


Tabel 1.1


Realisasi Penerimaan Retribusi Pasar dan Retribusi Daerah di Kota Depok, 1999/2000-2001




































Tahun Anggaran



Retribusi


Pasar (Rp)



Retribusi


Daerah (Rp)



P  A  D


(Rp)



Total Penerimaan Daerah (Rp)



1999/2000



131.340.050



3.657.132.032,23



8.683.957.560,7



36.799.882.000



2000



201.064.300



6.934.442.627,52



14.330.296.927,6



98.120.290.252



2001



354.047.800



11.409.274.129,98



43.443.534.596,1



175.983.510,332




Sumber : Dispenda Kota Depok, Rekapitulasi Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah,  2001.


            Berdasarkan tabel 1.1 retribusi pasar sebagai salah satu jenis penerimaan daerah dapat dijadikan andalan dan merupakan primadona penerimaan di sektor retribusi daerah. Hal ini selaras dengan  dengan apa yang dikatakan oleh Santoso (1995:20) bahwa retribusi pasar di banyak daerah  kabupaten dan kota di Indonesia menjadi sumber penerimaan PAD yang cukup berarti. Retribusi pasar akan turut menentukan besarnya tingkat kemandirian suatu daerah dalam arti mampu mendanai sendiri segala urusan otonomi daerah.


            Berdasarkan uraian di atas kajian tentang retribusi pasar secara lebih mendalam merupakan hal yang menarik, terutama dari sisi potensi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Menariknya kajian ini  setidaknya dilandasi oleh dua hal, yaitu (i) berdasarkan data yang ada pada Dinas Pendapatan Kota Depok, selama 3 tahun terakhir penerimaan retribusi pasar selalu melampaui target yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan target penerimaan selama ini  masih berada di bawah potensi penerimaan retribusi pasar. Dengan demikian masih adanya peluang dan kesempatan untuk ditingkatkan penerimaan retribusi pasar di masa yang akan datang; dan (ii) di Kota Depok yang baru berumur tiga tahun ini belum pernah diadakan penelitian secara mendalam tentang potensi retribusi pasar  terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Dengan demikian penelitian diharapkan akan memiliki arti yang penting, karena hasil penelitian akan menjadi masukan yang berharga bagi Pemda Kota Depok dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).


1.2. Keaslian Penelitian


Berdasarkan penelitian  mengenai pungutan retribusi pasar di mana setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi masing-masing daerah yang berbeda, terutama daerah perkotaan di mana karakter masyarakat dan kondisi wilayah perkotaan yang  sangat heterogen dan bervariasi. Telah banyak dilakukan penelitian oleh para peneliti mengenai pungutan retribusi pasar terdahulu, namun hasil dan kesimpulannya berbeda dibandingkan dengan pungutan retribusi pasar di kota–kota yang telah diteliti tersebut.


Santoso, (1995) meneliti tentang peranan retribusi pasar sebagai Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sleman. Aspek yang dikaji adalah tentang elastisitas retribusi pasar terhadap PDRB dan jumlah penduduk.      Downing, (1992) meneliti tentang potensi beberapa jenis retribusi daerah di beberapa kota di Amerika Serikat. Kesimpulannya, terdapat beberapa jenis retribusi yang bisa meningkat penerimaannya hingga mencapai angka 400 persen. Menurut Downing, retribusi daerah tetap merupakan peluang yang menjanjikan bagi peningkatan pendapatan daerah.


            Miller dan Russek (1997:234),  meneliti tentang hubungan struktur fiskal Pemerintah Negara Bagian, pemerintah lokal dan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pajak negara dan daerah memberikan pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan ekonomi jika penerimaan yang ada digunakan untuk membiayai pembayaran transfer, tetapi hal ini tidak terjadi jika penerimaan yang ada digunakan untuk membiayai pelayanan publik.


           Kim, (1997:167), meneliti tentang peranan sektor publik lokal dalam pertumbuhan ekonomi regional di Korea. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peranan pemerintah daerah dalam pertumbuhan ekonomi regional sangat signifikan. Pajak daerah dan penerimaan bukan pajak memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi regional, sementara investasi dan konsumsi pemerintah daerah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan.


            Penelitian terhadap retribusi pasar juga dilakukan oleh Sudarmadji       (2000) di Kabupaten Sorong. Penelitiannya mengkaji tentang tingkat efisiensi pemungutan retribusi pasar dan menganalisis tingkat efektivitas pemungutan retribusi pasar berdasarkan potensi. Kambu (2000) juga mengadakan penelitian tentang potensi dan proyeksi retribusi pasar di Kotamadya Jayapura. Kambu mencatat adanya perbedaan efektivitas dalam hal penerimaan retribusi pasar, bila menggunakan potensi dan target penerimaan sebagai dasar perhitungan Indeks Kinerja Penerimaan (IKP). Dengan dasar potensi, IKP menunjukkan ketidakefektivan pemungutan retribusi pasar, sementara jika target dijadikan dasar perhitungan, maka pemungutan retribusi pasar menjadi efektif. Dewanto  (2001) mengadakan penelitian tentang retribusi pasar di Kabupaten Banyumas. Dewanto menyimpulkan bahwa efektivitas rata-rata retribusi pasar di Kabupaten Banyumas adalah 105,28 persen.  Angka ini menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi, yang sekaligus menandakan bahwa target penerimaan yang selama ini ditetapkan masih berada di bawah potensi penerimaan retribusi pasar.


           Persamaan penelitian tersebut adalah sama-sama meneliti pendapatan daerah, yaitu dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi. Dengan demikian berdasarkan perbedaan lokasi, waktu, serta variabel-variabel untuk peningkatan pungutan retribusi pasar yang dipilih dalam penelitian ini, maka terdapat  adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya.


1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1. Tujuan  Penelitian


            Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) yang  dapat  dirinci sebagai berikut.




  1. Untuk menganalisis kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah di Kota Depok  selama tahun anggaran 1999/2000 - 2001.

  2. Untuk menganalisis tingkat pertumbuhan retribusi daerah dan retribusi pasar, di Kota  Depok  selama tahun anggaran 1999/2000 - 2001.

  3. Untuk menganalisis potensi penerimaan retribusi pasar di Kota Depok.

  4. Untuk menganalisis tingkat efektivitas dan efisiensi penerimaan  retribusi pasar berdasarkan target penerimaan selama tahun anggaran 1999/2000 –2001 di Kota Depok.


1.3.2. Manfaat Penelitian


            Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitan ini antara lain adalah:




  1. memberikan masukan dan informasi bagi Pemerintah Daerah Kota   Depok,  sekaligus dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal pengelolaan retribusi pasar;

  2. hasil penelitian diharapkan dapat menjadi  bahan perbandingan bagi para peneliti  yang berminat mengadakan penelitan terhadap retribusi pasar;

  3. hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca, khususnya  yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang retribusi pasar.

0 komentar:

Posting Komentar