IDENTIFIKASI KELEMAHAN PROSES PENYUSUNAN DAN ALOKASI ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH KOTA PEKANBARU

BAB I


Pengantar


1.1 Latar Belakang


                Sejalan dengan terus bergulirnya reformasi, pemerintah pusat mengantisipasi dengan dikeluarkannya paket kebijakan bagi perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perubahan peran dari lembaga pemerintah daerah adalah bagian dari pelayanan publik (public services) secara efektif dan efisien melalui otonomi daerah. Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik, mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat, menjamin perkembangan dan pembangunan daerah serta terwujudnya keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka otonomi daerah diberikan kepada kabupaten/kota dengan prinsip nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab.


Dengan bertambahnya kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah/anggaran daerah yang dibutuhkan guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan juga semakin besar. Pengelolaan keuangan daerah yang baik, transparan dan bertanggungjawab sangat dibutuhkan dan diupayakan agar penggunaan dana dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Tentang Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dari Belanja Daerah pendekatan yang digunakan dalam penyusunan dan pengelolaan APBD ialah traditional budget yaitu proses penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Hal ini seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat  (Mardiasmo, 2002:8).


Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah yang memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Perencanaan APBD dengan paradigma baru tersebut adalah :




  1. APBD yang berorientasi pada kepentingan publik ;

  2. APBD disusun dengan pendekatan kinerja;

  3. terdapat keterkaitan yang erat antara pengambilan kebijakan (decision maker) di DPRD dengan perencanaan operasional oleh pemerintah daerah dan penganggaran oleh unit kerja dan;

  4. terdapat upaya untuk mensinergikan hubungan antara APBD, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah, Lembaga Pengelolaan Keuangan Daerah dan unit-unit Pengelolaan layanan Publik dalam pengambilan kebijakan.


Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal (4) dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Mengenai rumusan manajemen pengelolaan APBD di jelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal (20).


APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal (8) memuat :




  1. sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja ;

  2. standar pelayanan yang diharapkan dan perkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan ;

  3. bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan.


Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan daerah mempunyai implikasi yang luas. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran. Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik.


Untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah, dikembangkan standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya. Pengelolaan keuangan daerah yang baik, transparan, dan bertanggungjawab sangat dibutuhkan dan diupayakan agar penggunaan dana dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Devas dkk (1989: 351-367) mengatakan bahwa subsidi daerah otonom merupakan sumber tunggal keuangan pemerintah daerah yang terbesar yang meliputi 40 persen dari pembelanjaan mereka, 95 persen diantaranya adalah untuk membayar staf dan memenuhi gaji seluruh staf termasuk guru dan perawat. Lebih lanjut Devas, menjelaskan kelemahannya agar mendapatkan anggaran lebih banyak maka meminta pegawai sebanyak mungkin. Kelemahan lainnya tidak adanya pengukuran kebutuhan relatif antara pemerintah daerah atau kapasitas lokal relatif untuk memenuhi kebutuhan dari sumber daerah. Kondisi ini tercermin dari tingginya kontrol pemerintah pusat terhadap kelembagaan pemerintah daerah.


Penyusunan dan penetapan APBD merupakan sarana atau alat utama menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, dan merupakan rencana operasional keuangan pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan dan proyek dalam suatu anggaran tertentu, serta sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran tersebut (Sumodiningrat,1999:359-384). Oleh karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik.


Dalam kenyataan selama ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan dan anggaran daerah masih dengan sistem tradisional, dengan ciri utamanya yaitu:  struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item, cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism. Keadaan ini memperlihatkan bahwa manajemen pengeluaran daerah belum mampu berperan secara intensif dalam mendorong laju pembangunan di daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan wujud kristalisasi aspirasi daerah yang disusun secara terencana oleh pemerintah daerah setelah memperhatikan aspirasi kebutuhan riil masyarakat melalui DPRD yang berorientasi kepada kepentingan publik. Di samping itu penyusunan lebih didasarkan pada kebutuhan untuk pengeluaran. Meningkatnya pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang menghendaki adanya pelayanan pemerintah, sehingga orientasi alokasi anggaran akan tertuju pada kepentingan publik. Gambaran orientasi pada kepentingan publik ini dapat diketahui melalui proporsi alokasi anggaran yang lebih besar pada jenis layanan yang langsung dapat dinikmati masyarakat, dari pada kepentingan layanan yang tidak langsung dinikmati masyarakat.


Lemahnya perencanaan penyusunan dan pengalokasian belanja mempengaruhi tingkat kinerja unit-unit kerja pemerintah daerah untuk mencapai tujuan sebagaimana diamanatkan dalam tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja. Sejalan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka melalui penelitian ini bertujuan ingin mengevaluasi belanja daerah ditinjau dari proses dan pengalokasian dalam rangka penyusunan belanja pada tahun-tahun berikutnya. Dengan mengambil studi kasus pada belanja Dinas Pendidikan Nasional Kota Pekanbaru. Selama ini, dari sisi proses penyusunan dan alokasi anggaran terlihat beberapa kelemahan yang terjadi. Antara lain ialah seringkali terjadi tawar menawar dalam penetuan jumlah anggaran belanja oleh Pihak Dinas Pendidikan Nasional dengan Panitia Anggaran yang mana hal ini menunjukkan masih lemahnya perencanaan bagi pembiayaan kegiatan pada Dinas Pendidikan Nasional. Hal ini menyebabkan cukup banyak usulan–usulan kegiatan pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Pekanbaru banyak yang belum dapat terlaksana secara maksimal karena terbatasnya anggaran yang dialokasikan oleh panitia anggaran.


1.2 Keaslian Penelitian


Pitarakis dan Tridimas (1999) meneliti dengan menggunakan data pengeluaran konsumsi pemerintahan umum di United Kingdom (UK) selama periode 1963-1993. Ada lima hal untuk pengeluaran total selama periode tersebut, yaitu: pertahanan, kesehatan, pengeluaran pemerintah pusat lainnya (administrasi, hukum dan tata tertib), pendidikan, dan pengeluaran pemerintah yang meliputi pengeluaran untuk fasilitas lokal dan pengeluaran lainnya. Dalam penelitian tersebut standar permintaan konsumen yang berbeda-beda sangat kurang diberitakan dalam tatanan ini, karena keputusan mengenai alokasi pengeluaran publik dilakukan oleh pemerintah dan dalam pembuatan keputusan fiskal di United Kingdom terkonsentrasi pada kekuasaan pemerintah pusat, sedangkan kekuasaan pemerintah lokal hanya terbatas dalam meningkatkan pendapatan dan pembelanjaannya. Model yang digunakan regresi berganda dan alat Analysis Correlation


Miller dan Russex (1997) memfokuskan penelitiannya pada semua negara di Amerika Serikat yang sedang mengalami masalah anggaran yaitu kenyataan untuk melaksanakan pemangkasan pengeluaran dan meningkatkan penerimaan pajak. Penelitian ini antara lain menyatakan bahwa peningkatan pajak dapat membantu mengatasi deficit budget, akan tetapi penetapan pajak oleh pemerintah pusat dan lokal dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penetapan pajak akan merugikan pertumbuhan ekonomi bila penerimaan pemerintah digunakan untuk membayar transfer payment, akan tetapi tidak merugikan bila digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Alat analisis yang digunakan ialah ordinary least square (OLS)


Kuswaeni (2001) dari hasil kajian empiris yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja yang ada belum menunjukkan secara tepat sebagai alat evaluasi manajemen anggaran pemerintah daerah, hal ini dapat dibuktikan dengan sulitnya mengukur efisiensi, efektivitas dan ekonomi (Value for money). Efisiensi merupakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Efektivitas merupakan seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan, pada belanja model yang dijelaskan di atas sangat terlihat antara realisasi belanja yang dikeluarkan dengan pengalokasian pada awal perencanaan anggaran sangat berbeda.


Ekonomis artinya apakah realisasi belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah sudah memenuhi standar yang seharusnya untuk suatu kegiatan sesuai dengan tujuan anggaran yang telah ditetapkan atau dengan perkataan lain apakah belanja yang dikeluarkan tersebut sudah dapat diperbandingkan dengan belanja yang dikeluarkan oleh organisasi pemerintahan lainnya yang sejenis. Dengan melihat ketiga kategori value for money  tersebut, pengukuran efisiensi, efektivitas, dan ekonomis dalam menggunakan dana pemerintah untuk kepentingan kinerja pemerintah daerah belum dapat dilakukan sehingga untuk mencapai sasaran dan tujuan perlu mendapatkan kajian lebih lanjut.


Penelitian tentang anggaran belanja Pemerintah Kota Pekanbaru selama ini belum pernah dilakukan. Aspek yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah menyangkut lokasi, obyek, periode analisis serta perundang–undangan yang berlaku.


1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :




  1. mengevaluasi proses penyusunan anggaran belanja Pemerintah Kota Pekanbaru khususnya pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Pekanbaru;

  2. mengevaluasi besarnya alokasi anggaran belanja Pemerintah Kota Pekanbaru khususnya pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Pekanbaru guna kepentingan publik dan aparat/pemerintah T.A. 1997/1998–2001

0 komentar:

Posting Komentar