ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI JUAL RUMAH TINGGAL YANG DILEWATI JALUR REL KERETA API (STUDI KASUS: KECAMATAN BEKASI TIMUR – KOTA BEKASI)

BAB  I


PENGANTAR


1.1 Latar Belakang


Manusia, selain memerlukan sandang dan pangan juga memerlukan papan (perumahan) sebagai kebutuhan primer atau dasar (basic needs) bagi seluruh masyarakat. Untuk menampung kebutuhan dasar manusia atau masyarakat itu perlu diciptakannya permukiman. Permintaan akan rumah terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.


Rumah (permukiman) merupakan salah satu dari kebutuhan dasar manusia, karenanya iapun akan mengikuti hukum Jenjang Kebutuhan (Hierarchy of Needs) yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, yang membagi jenjang kebutuhan manusia dalam lima jenjang. Begitu terpenuhi kebutuhan tingkat pertamanya, manusia cenderung untuk memenuhi tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi lagi. Kelima jenjang kebutuhan manusia tersebut adalah sebagai berikut (lihat Sumiarto, 1991:1-2).




  1. 1.    Kebutuhan Fisiologis (Physiology Needs)


Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang paling dasar dari manusia agar dapat tetap hidup. Semua manusia mempunyai kebutuhan yang sama pada tingkat ini. Manusia untuk dapat terus hidup, tubuhnya membutuhkan makanan, air, serta udara untuk pernafasannya. Di samping secara sederhana manusia juga membutuhkan tempat atau ruang untuk bergiat, beristirahat serta tidur. Begitu kebutuhan pada tingkat ini terpenuhi, maka kebutuhannya akan meningkat pada tingkatan yang lebih tinggi lagi.




  1. 2.    Kebutuhan akan Rasa Aman (Safety Needs)


Kebutuhan manusia akan rumah pada tingkat ini bukan lagi sekedar untuk bisa tidur, istirahat, tetapi kekuatan serta daya lindung rumah tersebut juga sudah diperlukan, sehingga manusia akan merasa aman dan terlindung bila berada di dalam rumah.




  1. 3.    Kebutuhan akan Hubungan Sosial (Social Needs)


Pada tingkatan ini sudah dibutuhkan adanya rasa memiliki dan mencintai. Dengan demikian artinya mereka telah membutuhkan pengakuan akan pemilikannya, dan ini berarti bahwa manusia itu telah membutuhkan kontak sosial dalam suatu grup sosial tertentu. Dalam masalah rumah, manusia pada tingkat ini telah membutuhkan lingkungan perumahan sebagai satu kesatuan.




  1. 4.    Kebutuhan Penghargaan terhadap Diri Sendiri (Ego Needs)


Setiap manusia membutuhkan pengakuan atas dirinya masing-masing. Setiap bentuk kebudayaan adalah merupakan gambaran bagaimana masyarakat harus berlaku. Rumah, kemudian juga akan dibentuk berdasarkan adat serta budaya masyarakatnya, sehingga dapat memberikan ciri-ciri tertentu dari suatu kesatuan masyarakat tertentu. Seseorang akan merasa tidak sepantasnya memiliki rumah yang bercorak lain dengan yang umumnya dimiliki oleh kelompoknya. Demikian pula sebaliknya, bahwa seseorang akan merasa perlu untuk memiliki hal yang sama dengan anggota kelompok lainnya.




  1. 5.    Kebutuhan akan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)


Ini merupakan tingkatan kebutuhan yang tertinggi dari manusia. Rumah tidak saja menjadi tempat untuk bertempat tinggal, tetapi sudah menjadi suatu simbol pencerminan dari penghuninya. Rumah dituntut dapat memberikan kepuasan pribadi yang menunjukkan status sosialnya, kekayaannya, kekuasaannya, serta selera dari penghuninya. Seseorang merasa akan terpuaskan apabila dapat memiliki rumah yang berpenampilan lebih atau berbeda dengan sekelilingnya.


Di Indonesia, masalah permukiman kota ini masih merupakan masalah kedua setelah kemiskinan. Permukiman itu sendiri merupakan usaha padat tanah (land intensive), di mana kira-kira sekitar 50 % tanah kota biasanya merupakan lahan untuk permukiman. Selanjutnya, permukiman merupakan barang modal yang tahan lama, investasi pada permukiman merupakan hal yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu nilai rumah dapat naik 100 kali lipat dalam jangka waktu 8 – 10 tahun (Reksohadiprodjo & Karseno, 2001:73).


Pengembangan properti atau real estate sebagai sarana papan baik perumahan, komersial, publik servis dan lain sebagainya sangat erat kaitannya dengan penggunaan tanah (land use) dan peningkatan nilai tanah (land value) dengan penambahan nilai tambah (value added) dalam usaha pengembangan penggunaan tanah untuk mencapai nilai tertinggi dalam pemanfaatan tanah tersebut. Keduanya, baik penggunaan tanah dan peningkatan nilai tanah pada kondisi nilai tertinggi dan terbaik (highest and best use) melalui nilai tambah (value added), merupakan paradoks yang selalu tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.


Di dalam pengembangan suatu kawasan perumahan selalu tidak terlepas dari pemilihan lokasi tanah yang akan dibangun. Lokasi tanah mempengaruhi kemudahan aksesibilitas ke tempat produksi atau tempat kerja sehingga faktor lokasi akan menentukan tinggi rendahnya nilai tanah tersebut. Analisis lokasi atas suatu tanah dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu kemudahan dan lingkungan (Eldred, 1987:187).


Aksesibilitas dan lingkungan perumahan yang baik tentu saja akan menambah nilai bagi perumahan tersebut, akan tetapi kadang-kadang juga tidak menguntungkan karena perumahan tersebut diketahui berada pada lingkungan yang kurang nyaman seperti kemacetan lalu-lintas, kebisingan, rawan banjir, polusi yang disebabkan oleh banyak faktor di antaranya limbah pabrik, menara jaringan listrik tegangan tinggi, rel kereta api dan lain-lain. Lingkungan yang kurang nyaman tersebut tentunya akan mempengaruhi nilai jual rumah tinggal.


Selain lokasi, faktor fisik dan lingkungan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pola nilai tanah pada suatu kota atau area pasar (Eckert et al, 1990:181). Atribut fisik terdiri dari ukuran, topografi, dan ciri fisik khusus dari masing-masing tapak. Atribut lingkungan menekankan pada lokasi tapak ke tempat lain, seperti daerah pusat bisnis (Central Business District/CBD), jalan raya, sekolah, pertokoan, dan lainnya.


Hubungan antara lokasi suatu tanah dengan nilai tanah merupakan salah satu topik yang menarik dalam penelitian nilai tanah, karena tanah memiliki keunikan tersendiri, di mana satu tempat dengan tempat yang lain memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap bagian tanah memiliki keunikan tersendiri berdasarkan lokasinya (AIREA, 1987:1). Hasil penelitian Bible (1980) di Florida, Yeates di Chicago (Knowles dan Wareing, 1994), Grudnitski dan Do (1997) di California menunjukkan bahwa lokasi merupakan variabel yang berpengaruh. Penelitian tentang hubungan lokasi dengan nilai tanah di Indonesia dilakukan oleh Kanwil BPN DKI Jakarta (1994), Nyoto (1997), Haryoto (1997), Sudarto (1997), Syah (1997), Firdaos (1999) dan Sukada (2002).


Kota Bekasi, sebagai kota penyangga yang terdekat menuju DKI Jakarta telah mengalami kemajuan yang pesat bila ditinjau dari sektor industri dan perumahan. Keadaan ini tentu saja menyebabkan Kota Bekasi menjadi salah satu tujuan perpindahan penduduk dari daerah, karena semakin mahalnya harga tanah dan semakin menyempitnya tanah di Jakarta sebagai akibat pesatnya pembangunan sektor bisnis dan perkantoran, sehingga penduduk Kota Bekasi terus meningkat sejalan dengan meningkatnya arus urbanisasi, dan sebagai akibatnya kebutuhan rumah menjadi meningkat.


Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, variabel lokasi ditunjukkan dengan variabel jarak dan aksesibilitas. Variabel lain yang berpengaruh secara signifikan adalah faktor fisik tanah. Faktor-faktor fisik tanah tersebut meliputi luas tanah, luas bangunan, lebar sisi depan, lebar jalan, dan lain-lain.


Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya semakin memperkuat teori yang menyebutkan bahwa variabel lokasi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi nilai tanah. Penelitian yang secara spesifik bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai jual rumah tinggal yang dilewati jalur rel kereta api belum pernah dilakukan.


 Penelitian ini akan menguji faktor-faktor yang mempengaruhi nilai jual rumah tinggal yang dilewati jalur rel kereta api dengan variabel bebas jarak ke CBD, luas tanah, luas bangunan dan aksesibilitas ke pintu rel kereta api serta pengaruh banjir terhadap  nilai jual rumah tinggal. Variabel terikat adalah nilai jual rumah tinggal yaitu nilai tanah dan bangunan rumah tinggal yang berada di atasnya.


Penelitian ini menekankan pada pengaruh jalur rel kereta api terhadap nilai jual rumah tinggal, di samping faktor lainnya yaitu jarak ke CBD, luas tanah, luas bangunan, dan berpengaruh tidaknya lokasi banjir terhadap nilai jual rumah tinggal. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan di dalam menetapkan nilai jual rumah tinggal di sekitar jalur rel kereta api khususnya di wilayah Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.


 1.2 Keaslian Penelitian


            Penelitian empiris yang secara spesifik dilakukan untuk melihat pengaruh keberadaan jalur rel kereta api terhadap nilai jual rumah tinggal yang terjadi di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi belum pernah dilakukan. Namun demikian beberapa penelitian yang serupa telah banyak dilakukan di luar negeri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.


Penelitian di luar negeri tersebut dilakukan oleh Bajic (1983) yang melakukan penelitian tentang pengaruh jalur Subway terhadap harga rumah di Toronto, yaitu dengan menggunakan model pilihan modal untuk mengukur manfaat langsung dari peningkatan transportasi dan model persamaan harga hedonik untuk mengidentifikasi pengaruh Subway terhadap harga rumah. Hasil penelitian menyatakan bahwa Subway berpengaruh secara signifikan terhadap harga rumah tinggal.


Benjamin dan Sirmans (1994) yang menguji pengaruh transportasi massal terhadap sewa apartemen, khususnya pengaruh sewa dan nilai perumahan yang berada dekat dengan lokasi stasiun Metrorail Washington D.C. dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi sewa apartemen yaitu karakteristik fisik bangunan, lokasi, tingkat hunian, keamanan, dan jarak ke stasiun Metrorail. Hasil penelitian menyatakan bahwa jarak dari stasiun Metrorail memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sewa apartemen.


Strand (2000) yang melakukan penelitian hubungan antara harga properti dengan jarak terdekat ke Railroad dengan menggunakan faktor-faktor jarak, luas bangunan rumah, dan umur bangunan. Hasil penelitian menyatakan bahwa jarak radius 100 meter dekat Railroad berpengaruh kuat dan signifikan terhadap harga properti.


Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanahan, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Akademi Agraria Yogyakarta pada tahun 1983, pernah melakukan penelitian tentang metode penilaian harga tanah dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah. Faktor-faktor yang digunakan di dalam penelitian itu antara lain adalah prasarana air minum, keadaan lingkungan, kepadatan penduduk dan prasarana transportasi (Nasucha:1995:42).


Sudarto (1997) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi harga rumah di Kotamadya Surakarta dengan menggunakan variabel bebas yaitu sisi depan, lebar jalan, jarak ke CBD, jarak ke pasar terdekat dan karakteristik bangunan. Haryoto (1997) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual tanah dengan menggunakan variabel bebas fisik tanah dan lokasi (jarak ke CBD). Firdaos (1999) meneliti pengaruh jarak ke jalan lingkar luar terhadap nilai jual rumah tinggal di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan menggunakan variabel bebas jarak ke jalan lingkar luar, luas tanah, dan luas bangunan. Sukada (2002) meneliti pengaruh fisik dan lokasi terhadap nilai tanah di sekitar kawasan wisata pantai dengan menggunakan variabel bebas yaitu luas tanah, jarak ke CBD, jarak ke pantai, dan variabel dummy untuk kelas jalan.


Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi di mana wilayah tersebut terdapat jalur rel kereta api yang membelah wilayah Kota Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk mencoba melakukan pengukuran yang menekankan pada aksesibilitas lokasi yaitu jarak ke CBD, luas tanah, luas bangunan serta variabel boneka seperti pengaruh aksesibilitas harus melewati atau tidak melewati pintu rel kereta api dan pengaruh banjir terhadap nilai rumah tinggal. Variabel terikat (dependent) adalah nilai jual properti rumah tinggal yaitu nilai tanah dan bangunan yang diperoleh dengan pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling).


Perbedaan penelitian ini dengan penelitian serupa yang pernah dilakukan adalah:




  1. menekankan kepada pengaruh jalur rel kereta api dengan melihat variabel dummy   untuk aksesibilitas  rumah tinggal   yang  melewati pintu rel kereta api;

  2. lokasi penelitian, di mana penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi;

  3. waktu penelitian, di mana penelitian ini dilakukan terhadap transaksi jual-beli rumah tinggal pada tahun 2002.


1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:




  1. pengaruh jarak dari rumah tinggal ke CBD terhadap harga jualnya;

  2. pengaruh luas tanah rumah tinggal terhadap harga jualnya;

  3. pengaruh luas bangunan rumah tinggal terhadap harga jualnya;

  4. pengaruh jalur rel kereta api terhadap harga jual rumah tinggal dengan cara melihat aksesibilitas yang melewati atau tidak melewati pintu rel kereta api;

  5. pengaruh lokasi banjir terhadap harga jual rumah tinggal.


1.3.2 Manfaat penelitian


Manfaat yang diharapkan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.




  1. Bagi ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang penilaian properti di Indonesia, dan bagi akademik penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka penelitian yang telah ada.

  2. Bagi Kantor Pelayanan PBB, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan di dalam menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan bangunan yang mencerminkan kondisi obyektif dari karakteristik lahan dan lokasi.

  3. Bagi konsumen yang ingin melakukan jual beli rumah, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan harga penawarannya.

  4. Bagi ilmu pengetahuan, dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti berikutnya yang tertarik meneliti berkaitan dengan topik ini.

0 komentar:

Posting Komentar