KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN PEKALONGAN 1995/1996 - 2001

BAB I


PENGANTAR


1.1  Latar Belakang


Pembangunan Nasional  merupakan suatu bagian kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan pembangunan daerah, dengan memberikan dorongan untuk semakin meningkatkan pemerataan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi daerah, melalui upaya pembangunan daerah yang didasarkan pada otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi  dan bertanggungjawab. Pemerintah daerah pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pemerintahan nasional di suatu negara dalam mencapai tujuannya. Khususnya di Indonesia, keberadaan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota mengacu pada ketentuan pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 yang dalam pelaksanaannya telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah.


Dengan adanya perubahan yang mendasar dalam sistem pelaksanaan pemerintahan di daerah dengan diberikannya kewenangan yang sangat luas dalam otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dicanangkan pelaksanaannya pada awal tahun 2001 sebagai tindaklanjut political will pemerintah untuk menyukseskan implementasi UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta peraturan pemerintah sebagai pendukung pelaksanaannya. Hal tersebut merupakan peluang bagi pemerintah daerah sekaligus merupakan ancaman yang patut untuk dicermati dengan sungguh-sungguh. Otonomi daerah pada dasarnya ditujukan untuk lebih mendekatkan pelayanan masyarakat di daerah sesuai kebutuhannya, sehingga dengan demikian pemerintah daerah mempunyai keleluasaan  untuk melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Hakekat semangat otonomi harus tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah, mulai proses perencanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi seluruh fungsi-fungsi pemerintah yang telah disentralisasikan.


Dalam era otonomi sekarang ini, Pendapatan Asli Daerah (PAD) memegang peranan yang sangat penting, karena PAD merupakan salah satu  tolok ukur untuk menentukan tingkat  kemampuan daerah melaksanakan otonomi daerah secara nyata dan bertanggungjawab.


Tabel 1.1


Perkembangan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah  Kabupaten Pekalongan (Dalam ribuan)















































































No



Tahun


Anggaran



Pajak


Daerah



Retribusi


Daerah



BUMD


Dinas



Lain


Lain



Jumlah



1



1995/1996



739.502



3.867.531



94.644



60.265



4.762.004



2



196/1997



891.929



1.206.740



4.148.145



73.661



6.320.476



3



1997/1998



1.041.893



1.353.107



3.055.488



86.193



5.536.683



4



1998/1999



1.194.852



1.439.078



101.441



3.535.122



6.638.547



5



1999/2000



1.810.584



6.488.315



35.000



880.334



9.114.148



6



2000



1.576.769



6.606.606



14.000



555.960



8.753.335



7



2001



2.811.465



2.741.119



45.381



8.874.534



14.472.500



 Sumber : Bagian Keuangan Kab. Pekalongan, Nota Perhitungan APBD, beberapa terbitan.


Alokasi penyediaan barang dan jasa publik tersebut sangat dipengaruhi oleh tanggungjawab keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di mana sangat berkaitan dengan distribusi pendapatan negara. Hubungan keuangan pusat dan daerah ini menunjukkan struktur politik dan pemerintahan suatu negara.


Faktor yang digunakan dalam menentukan besarnya bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mencakup beberapa perumusan yang  berkaitan  dengan   berbagai   faktor   seperti  upaya pajak (tax effort). Setelah diketahui upaya pajak dari suatu daerah, maka kemudian dapat dilihat pelaksanaan pajak  (tax performance)  dari suatu daerah. Pajak dalam berbagai unit tingkat pemerintahan baik negara maupun daerah  menggambarkan  sebuah  konsep  mengenai  kapasitas  wajib pajak (taxable capacity)


Untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa publik pemerintah daerah sangat membutuhkan dana, dan oleh karena pemerintah daerah    memiliki kebutuhan fiskal (fiscal need)  yang digunakan untuk membiayai penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sosial ekonomi. Oleh karena itu transfer dana dan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah   tersebut  haruslah  memberikan  dampak  pemerataan  (equalization effect).


Perbandingan yang dilakukan terhadap tax ratio  memberikan beberapa indikasi adanya nilai-nilai relatif pajak pada suatu daerah.  Dengan mengetahui tax performance  dalam hal ini dengan mengetahui tax  effort  akan dapat diketahui daerah yang memiliki kemungkinan lebih besar hasilnya bila dilakukan pemungutan pajak, atau disebut juga yang memiliki taxable capacity  yang lebih besar.


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, Kabupaten Pekalongan menghadapi masalah dalam hal kondisi keuangan yaitu dengan masih rendahnya proporsi dari PAD terhadap total APBD dilihat dari perkembangan kontribusi  PAD terhadap total APBD kabupaten Pekalongan dari tahun 1995/1996 – 2001  seperti terlihat dari tabel berikut ini.


Tabel 1.2


Perkembangan Kontribusi PAD Terhadap APBD Kabupaten Pekalongan,


1995/1996 – 2001







































































No



Tahun


Anggaran



PAD



APBD



Persentase



D



1



1995/1996



4.762.004.321



24.031.889.593



19.82



0



2



196/1997



6.320.476.956



28.25.044.465



22.38



32.73



3



1997/1998



5.536.683.779



34.284.197.232



16.15



-12.40



4



1998/1999



6.638.547.941



59.258.585.661



11.20



19.90



5



1999/2000



9.114.148.792



75.473.689.831



12.12



37.74



6



2000



9.179.822.239



74.407.314.148



12.34



0.39



7



2001



14.472.500.881



242.387.642.319



5.97



57.66



Sumber : Bagian Keuangan Kab. Pekalongan, Nota Perhitungan APBD, beberapa terbitan.


Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa ketergantungan dari pemerintah pusat begitu besar. Hal ini dapat dilihat  dengan masih sedikitnya proporsi PAD terhadap APBD  dan kecenderungan makin menurunnya tingkat proporsinya dari tahun ke tahun pengamatan.


Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mencoba membahas tentang “Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Pekalongan dalam Menjalankan Otonomi Daerah”. Untuk kurun waktu 7 (tujuh) tahun (1995/1996 - 2001) di mana kemampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu indikator kemampuan daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dapat dilihat dari konstribusi terhadap APBD. Dengan permasalahan “Sejauh Mana Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Pekalongan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Kondisi seperti ini tentu akan mempengaruhi upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan dan pelayanan publik, sehingga komitmen untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat sulit untuk diwujudkan(UPAD, IKPAD, KFs).


1.2  Keaslian Penelitian


Penelitian yang berkaitan dengan  kemampuan keuangan daerah maupun kemandirian daerah atau desentralisasi fiskal pada umumnya telah beberapa kali dilakukuan oleh peneliti yang berbeda-beda dengan daerah dan periode waktu yang berbeda pula, akan tetapi penelitian yang secara khusus di Kabupaten Pekalongan belum pernah ada. Penelitian tersebut antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh  Devas (1989) menganalisis pajak daerah di Indonesia. Mengemukakan beberapa masalah yang sering  dihadapi sistem pajak didaerah secara keseluruhan, diantaranya adalah adanya kemampuan menghimpun dana yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lain yang disebabkan karena perbedaaan dalam  resource endowment,  tingkat pembangunan dan derajat urbanisasi. Masalah lain adalah terlalu banyaknya jenis pajak daerah dan seringkali tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pajak dan pungutan lainnya dan masalah biaya administrasi pajak yang tinggi. Untuk itu perlu adanya perubahan didalam sistem pajak daerah..


Tumilaar  (1997) melakukan  penelitian  di daerah tingkat II Propinsi Sulawesi Utara menemukan bahwa desentralisasi fiskal di Propinsi Sulawesi Utara masih sangat rendah. Derajat desentralisasi fiskal yang rendah tersebut menunjukkan kemampuan yang lemah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan di daerahnya sendiri.


Artiani (2001) melakukan studi terhadap tax effort dan fiscal need pada 26 propinsi di Indonesia 1997-1998.  Dalam penelitian ini  menyimpulkan bahwa korelasi antara besarnya bantuan subsidi dengan besarnya tax effort dan fiscal need selama tahun pengamatan bernilai positif dan negatif tidak dapat menjelaskan dengan pasti bahwa besarnya bantuan dan subsidi akan mendorong meningkatnya upaya pajak propinsi dan meningkatnya kebutuhan fiskal daerah propinsi bukan merupakan indikator bagi  berlangsungnya bantuan dan subsidi pusat.


Rizal (2002)  mencoba mengetahui tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan membagi dua termin waktu sebelum berlakunya UU No. 18 tahun 1997 tentang PDRD dan sesudahnya terhadap kemandirian keuangan daerah. Dengan kesimpulan bahwa ternyata  kemampuan keuangan daerah pada kurun waktu penelitian tidak berbeda jauh, yaitu tingkat kemandiriannya adalah rendah.


Rahim (2002) melakukan penelitian tentang kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Pinrang. Pada kesimpulannya bahwa Kabupaten Pinrang bila dibandingkan dengan daerah sewilayah I (satu) Propinsi Sulawesi Selatan (Polmas, Majene dan Mamuju) masih relatif lemah.


Dibandingkan dengan beberapa penelitian  yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini terdapat beberapa kesamaan antara lain mengenai topik dan permasalahan yang akan dibahas, metodologinya, serta beberapa alat analisis yang dianggap relevan untuk digunakan, tetapi yang membedakan adalah mengenai daerah obyek penelitian dan periode waktu. Kesimpulan dari berbagai hasil penelitian tersebut di atas merupakan replikasi dan konstruksi pemikiran terdapat pada penelitian ini. Penelitian kali ini mengidentifikasi posisi fiskal dan kemampuan fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah.


1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1  Manfaat  penelitian


Dengan dilakukannya penelitian mengenai analisis kemampuan keuangan daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daaerah di Kabupaten Pekalongan, diharapkan dapat memberi manfaat bagi :




  1. Pemerintah  Daerah Kabupaten Pekalongan sebagai masukan atau informasi tentang kondisi keuangan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan di bidang keuangan, khususnya upaya dalam meningkatkan pengelolaan keuangan daerah;

  2. khususnya bagi dinas atau instansi dan unit kerja yang terkait dengan pengelolaan pungutan pajak dan retribusi daerah untuk menjadi bahan acuan  atau  referensi pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan PAD;

  3. Akademisi yang berminat dalam penelitian lebih lanjut mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan kemandirian keuangan daerah.


1.3.2.  Tujuan penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah disebutkan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana  kemampuan keuangan daerah di Pemerintah Kabupaten Pekalongan dalam mendukung  pelaksanan  otonomi  daerah  dilihat dari aspek keuangan yaitu:




  1. untuk mengetahui  derajat desentralisasi fiskal antar pemerintah pusat dan daerah sehingga dapat diketahui gambaran kondisi keuangan mengenai yang bersumber dari PAD dan  bantuan pemerintah pusat dalam APBD;

  2. menghitung Kebutuhan fiskal (fiscal need) yang diperlukan untuk memenuhi  pelayanan  masyarakat,   kapasitas   fiskal  (fiscal capacity)  sehingga   diketahui    berapa  besarnya   kapasitas   fiskal  yang   ada, upaya fiskal (Tax effort) sebagai cerminan suatu yang menunjukkan posisi fiskal daerah dibandingkan  dengan daerah yang ada di eks Pembantu Gubernur Jawa Tengah Wilayah Karisidenan Pekalongan;

  3. untuk mengetahui elastisitas PAD terhadap PDRB, sehingga diketahui tingkat elastisitas PAD terhadap PDRB

0 komentar:

Posting Komentar