KINERJA DAN POTENSI RETRIBUSI PASAR DI KABUPATEN PASAMAN

BAB I


PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang


Setelah sekian tahun Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang No. 5 tahun 1975 tentang Pemerintahan di Daerah yang mematikan aspirasi daerah didalam menggali dan memajukan daerahnya. Dalam Undang-Undang tersebut penyelengaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan sangat sentralisasi yang hanya memberikan otonomi yang semu kepada daerah. Perencanaan pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh daerah sangat dipengaruhi oleh dominasi pusat, yaitu dengan kebijakan Top Down Planning.


Jatuhnya era orde baru dan munculnya era reformasi, maka timbullah tuntutan-tuntutan di daerah untuk diperlakukan secara adil oleh pemerintah pusat sehingga pada tahun 1998 tuntutan tersebut dipertegas di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi dengan diberikan otonomi kepada daerah sekaligus perimbangan keuangan akan dapat menyelesaikan permasalahan keadilan dan disintegrasi bangsa, juga otonomi daerah diyakini akan membuka kesempatan masyarakat daerah untuk berpartisipasi memajukan daerahnya.  Untuk menjabarkan pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah yang diikuti oleh berbagai Peraturan Perundang-Undangan.


Pemerintah daerah dalam upaya pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan memerlukan pendanaan yang setiap tahunnya terus meningkat. Untuk itu ada beberapa sumber pembiayaan pembangunan daerah seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 (Depdagri: 38-39) adalah;




  1. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :



  • hasil pajak daerah;

  •  hasil retribusi daerah;

  • hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnyayang dipisahkan; dan

  • lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.


2.   dana perimbangan.


3.   pinjaman Daerah; dan


4.   lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Kenyataannya hampir seluruh kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, sumber penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat masih besar dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah. Hal ini terlihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang sekitar dua pertiga dari total pengeluaran Pemearintah Daerah dibiayai dari bentuk sumbangan dari Pemerintah Pusat (Mardiasmo dan Makhfatih).


Davey (1998) menyebutkan, bahwa sumber permasalahan yang utama dari keuangan pemerintahan daerah adalah tuntutan pembiayaan pelayanan masyarakat selalu meningkat. Hal ini memberikan implikasi, bahwa agar dapat memberikan pelayanan publik yang maksimal sesuai dengan tuntutan publik yang merupakan salah satu tugas pemerintah. Peningkatan dalam jumlah pengeluaran untuk pembiayaan pelayanan publik tentunya harus dibarengi dengan peningkatan dalam jumlah penerimaannya.


Di antara berbagai jenis penerimaan daerah tersebut yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu upaya peningkatan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah, baik dengan cara intensifikasi maupun dengan cara ekstensifikasi, dengan maksud agar daerah tidak terlalu tergantung pada pemerintah tingkat atas (pemerintah pusat), tetapi harus mampu mandiri memanfaatkan segenap potensi yang dimiliki oleh daerah.


Upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditempuh dengan cara intensifikasi merupakan usaha untuk meningkatkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan tidak menambah sumber penerimaan baru, atau dengan kata lain, bagaimana cara mengelola sumber-sumber yang sudah ada menjadi sumber penerimaan yang lebih baik.Upaya pengembangan/ peningkatan dengan metoda ekstensifikasi merupakan suatu usaha untuk meningkatan jumlah penerimaan dengan menambah sumber-sumber penerimaan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Berdasarkan aturan baru, pemerintah daerah Kabupaten/Kota dimungkinkan untuk menambah jenis pajak lain di luar yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 dengan peraturan daerah. Mardiasmo (2001;7) menyarankan pemerintah daerah sebaiknya tidak menambah pungutan yang bersifat pajak (menambah jenis pajak baru). Jika mau menambah pungutan hendaknya yang bersifat retribusi, sedangkan pajak justru diupayakan sebagai “ the last effort” saja. Bahkan idealnya pungutan pajak yang dibayar masyarakat adalah pajak pusat saja. Selanjutnya kebijakan untuk menambah pungutan pajak dan meningkatkan retribusi didasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, pungutan retribusi langsung berhubungan dengan masyarakat pengguna layanan publik (Public Service). Peningkatan retribusi secara otomatis akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik karena masyarakat tentu tidak mau membayar lebih tinggi, bila pelayanan yang diterima sama saja kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian pemerintah daerah ditantang untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan publik. Kedua, investor akan lebih bergairah melakukan investasi di daerah apabila terdapat kemudahan  sistem perpajakan di daerah. Penyederhanaan sistem perpajakan di daerah perlu dilakukan, misalnya melalui penyederhanaan tarif dan jenis pajak daerah. Langkah penting yang harus  dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung  potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang riil dimiliki daerah. Untuk itu diperlukan metode penghitungan potensi PAD yang sistematis dan rasional (Mardiasmo; 2001:6)


Upaya dalam meningkatkan kinerja pemerintah daerah agar penerimaan daerah cukup maksimal adalah dengan upaya melakukan efisiensi dan efektivitas dalam hal pemungutan pajak dan retribusi. Efisiensi dapat dicapai dengan meminimalkan pengeluaran untuk memperoleh penerimaan. Efektivitas dicapai apabila hasil yang diperoleh sesuai dengan sasaran yang diinginkan.


Kabupaten Pasaman yang merupakan salah satu kabupaten yang terluas di Sumatera Barat yang terletak di sebelah utara di propinsi ini, mempunyai permasalahan yang sama dengan kabupaten lain yang ada di Indonesia, karena kabupaten ini relatif tidak memiliki sumber daya alam, khususnya pertambangan sehingga penerimaan dari pemerintah pusat merupakan salah satu penerimaan yang sangat dominan dalam pembiayaan pembangunan daerah.


Sumber penerimaan lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah Pendapatan Asli Daerah. Meskipun memberikan kontribsui yang kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, namun dapat lebih  ditingkatkan sesuai potensi ada serta melakukan efisiensi dan efektivitas pemungutan.


Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasaman selama periode sepuluh tahun pengamatan yaitu dari tahun anggaran 1991/1992-2001 seperti tabel 1.1 sebagai berikut:


Tabel 1.1


Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasaman, 1991/1992-2001








































Tahun


Anggaran




    Jenis P A D





Pajak



Retribusi



Laba BUMD



Pendapatan Dinas



Pendapatan Lain-lain


Total PAD

1991/1992


1992/1993

1993/1994

1994/1995

1995/1996

1996/1997

1997/1998

1998/1999

1999/2000

2000

2001
  74.337.687

79.281.155

92.766.986

129.184.955

135.824.017

197.368.165

272.753.638

323.743.225

644.560.758

719.250.946

689.191.961

273.743.352


342.950.705


471.912.244


662.759.722


755.926.363


865.518.939


1.034.269.917


1.134.618.991


771.130.214


752.419.387


818.731.100



-


-


2.076.990


5.596.500


5.887.865


-


-


-


-


134.973.427


83.842.326



11.231.100


24.057550


60.044.619


57.785.950


19.523.060


-


8.798.950


1.438.000


-


-


-




21.591.083


54.972.703


94.085.441


147.394.102


138.591.060


285.153.604


304.042.848


215.753.950


424.556.540


428.117.392


845.443.701


 

380.903.223


501.262.114


720.886.280


1.002.721.240


1.055.752.365


1.348.040.708


1.619.865.253


1.675.554.166


1.841.247.511


2.034.761.152


2.437.209.088


 
 




 







  Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Pasaman, Perhitungan APBD, beberapa  terbitan


Berdasarkan tabel 1.1 bahwa perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasaman selama sepuluh tahun pengamatan mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi pada semua sumber penerimaan, kecuali pada sumber penerimaan pendapatan dinas yang mengalami fluktuasi dan bahkan pada tahun anggaran 1998/1999 mengalami penurunan yang cukup drastis, yakni hanya sebesar Rp.1.438.000,00. Mulai tahun 1999/2000 sumber penerimaan dari pendapatan dinas dan jenis retribusi lainnya  dihapus dari Pendapatan Asli Daerah. Hal tersebut telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, sehingga pada tahun anggaran 1999/2000 sampai tahun anggaran 2001 pos penerimaan dari retribusi mengalami penurunan yang cukup drastis, namun dari pos penerimaan pajak mengalami peningkatan


Dalam undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 dan diperbahurui dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, ada beberapa jenis retribusi dilarang untuk dipungut oleh daerah, sehingga di Kabupaten Pasaman hanya ada 16 retribusi yang terdiri atas retribusi pelayanan umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Salah satunya adalah retribusi pasar yang memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah, yang diatur di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 9 tahun 1998. Mulai tahun 2001 retribusi pasar ini dikelola oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang sebelumnya dikelola oleh Unit Pelaksana Taeknis (UPT) Pasar dibawah Dinas Pendapatan Daerah. Namun karena Dinas Pendapatan Daerah di merger dengan Bagian Keuangan Sekretariat Daerah yang menjadi Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Pasaman. Berdasarkan kepada latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan difokuskan untuk menghitung potensi, menganalisa kinerja dengan cara menghitung tingkat efektivitas dan efisiensi serta menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (analisis SWOT) , dan proyeksi penerimaan retribusi pasar selama empat tahun yang akan datang, demikian juga akan dilihat kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah dengan telah berpindahnya pengelolaan retribusi pasar tersebut.


Retribusi pasar selama ini dipandang sebagai salah satu retribusi yang memberi kontribusi yang cukup besar di antara jenis retribusi lainnya, oleh karena itu ada beberapa permasalahan dalam melakukan pemungutan terhadap Retribusi Pasar ini diantaranya;




  1. Penetapan target tidaklah berdasarkan potensi yang sebenarnya sehingga diperlukan penghitungan potensi.

  2. Rendahnya kinerja pemungutan retribusi pasar yang dapat dilihat dari tingkat efesiensi dan efektivitasnya.

  3. Penerimaan retribusi pasar tahun 2002 dan 2003 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2001.

  4. Kinerja pemungutan retribusi pasar di Kabupaten Pasaman lebih rendah dari beberapa kabupaten dan kota di indonesia


                                                     1.2  Keaslian Penelitian


            Bila diperhatikan literatur, telah banyak penelitian dan tulisan yang dilakukan sebelumnya mengenai penerimaan retribusi pasar di antaranya adalah:




  1. Kim (1997) yang meneliti tentang peranan sektor-sektor publik lokal di kawasan pertumbuhan ekonomi regional di negara Korea, yang menyimpulkan antara lain: a) peranan pemerintah daerah pada pertumbuhan ekonomi regional telah menjadi sangat signifikan, pungutan pajak lokal dan pendapatan daerah tidak kena pajak memiliki efek negatif sangat khusus pada tingkat pertumbuhan regional, investasi yang dilakukan pemerintah daerah dan konsumsinya  berdampak negatif secara khusus. Dampak secara netto sector umum daerah memberi 14,5 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi regional; dan b) bahwa dalam hal faktor pendorong berdampak ganda (multiplier effect), investasi pemerintah daerah jauh lebih besar daripada konsumsi pemerintah daerah;

  2. Santoso (1995) tentang studi kasus pasar di Kabupaten Sleman bahwa suatu penyedian barang/jasa yang dibiayai dari pajak atau retribusi tergantung pada derajat kemanfaatan barang/jasa itu sendiri, semakin dekat kemanfaatan barang/jasa dengan private goods maka pembiayaannya berasal dari pajak. Retribusi memiliki kelebihan yaitu kemudahan dalam pemungutan dan penetapan tarifnya. Kesalahan penetapan tarif retribusi pasar dapat membawa pengaruh negatif terhadap aspek pemerataan keadilan.

  3. Usman (1998) menyimpulkan kebijakan keuangan daerah di Kotamadya Dati
    II Bandar Lampung khusunya peningkatan pendapatan Asli Daerah tidak lepas dari kerangka hubungan keungan pusat dan daerah. Sementara itu kebijakan dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah lebih dititik beratkan pada pola intensifikasi ketimbang ekstensifikasi dan lebih ditekankan kepada tarif dan metode pendekatan implementasi kebanyakan bersifat top down, namun saat ini implementasi belum efektif disebabkan karena berbagai kendala  internal maupun eksternal

  4. Kambu (2000) melakukan penelitian berkaitan dengan potensi dan proyeksi Retribusi Pasar serta kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kotamadya Jayapura. Kambu menggunakan alat analisis Cost of Collection Efficiency Ratio (CCER).


Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada lokasi yang berbeda dan periode penelitian yang berbeda. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Pasaman dan periode penelitiannya adalah tahun 1991/1992-2001.


1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


1.3.1    Tujuan penelitian


Pengertian kinerja sampai saat ini belum ada kesepakatan para ahli. Namun kebanyakan orang mengartikan kinerja sebagai padanan dari kata bahasa Inggris “Performance”. Prawirogentono (1999:2)  mengartikan performance sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Untuk menilai hasil kerja tersebut dapat dilihat dari tingkat efesiensi dan efektivitas serta menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang dihadapi oleh organisasi.


Dari latar belakang  dan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:




  1. Menghitung potensi retribusi pasar Kabupaten Pasaman

  2. untuk mengetahui hasil kerja dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) pasar dalam melakukan pemungutan retribusi pasar yang dilihat dari tingkat efisiensi dan efektivitasnya;

  3. untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan penerimaan retribusi pasar ditahun 2002 sampai dengan 2003..

  4. mengetahui perbandingan kinerja pemungutan retribusi pasar Kabupaten Pasaman dengan beberapa kabupaten dan kota di indonesia.


1.3.2  Manfaat Penelitian


            Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah:




  1. sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Pasaman dalam menyusun kebijakan perencanaan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya kebijakan pengelolaan pungutan retribusi pasar sehingga pencapaian target memang sesuai dengan potensi yang riil;

  2. sebagai bentuk pengabdian kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman.

0 komentar:

Posting Komentar