PERANAN KOMODITAS KAKAO DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I


PENGANTAR


1.1 Latar Belakang


Pembangunan yang demokratis adalah pembangunan nasional yang berdasarkan aspirasi masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk kepentingan masyarakat. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari upaya pembangunan secara nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis dan berkeadilan, berdayasaing, sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah berikut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, perhatian terhadap masalah pembagunan daerah menjadi sangat penting. Sementara itu sesuai dengan arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi sebagaimana digariskan dalam Bab IV butir B.1 GBHN RI 1994-2004, perhatian terhadap masalah perekonomian rakyat menjadi semakin besar.


Rumusan arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi dalam Butir B.5 GBHN 1999-2004 berbunyi.


Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai dengan kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata, serta industri kecil dan kerajinan rakyat.


Rumusan tersebut menunjukkan bahwa masalah produk unggulan daerah dan sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan ekonomi. Melaksanakan arah kebijakan tersebut, salah satu hal yang perlu dipersiapkan adalah menentukan kekhasan daerah yang merupakan unggulan.


Kekhasan suatu daerah (endogenous development) dengan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal merupakan modal untuk peningkatan kegiatan ekonomi. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan. Pada dasarnya tujuan pembangunan ekonomi daerah (Arsyad, 1999:122) :




  1. menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kerja kepada penduduk yang ada sekarang ketimbang menarik para pekerja baru;

  2. mencapai stabilitas ekonomi daerah. Pembangunan akan sukses apabila mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha misalnya lahan, sumber keuangan, infrastruktur dan sebagainya;

  3. mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beraneka ragam. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan fluktuasi ekonomi sektoral yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan kerja masyarakat.


Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Prioritas menjadi konkret dan tajam bila masing-masing daerah menentukan komoditas unggulan yaitu komoditas yang diunggulkan (yang menjadi primadona daerah). Dengan kriteria laku dipasaran/ekspor, pemasaran mudah dan disukai oleh masyarakat.


Di tengah kemelut krisis ekonomi yang terus menimpa perekonomian nasional, tekanan terhadap defisit transaksi berjalan terus menerus semakin berat. Sektor migas yang selama ini menjadi andalan memperoleh devisa, dalam perkembangannya sudah tidak mampu lagi sebagai andalan meraup perolehan devisa. Adanya realitas ini, sektor non-migas dituntut untuk mampu menggeser keberadaan sektor migas yang merupakan non renewable resources. Sektor non migas yang sangat berpeluang untuk menggantikan perolehan devisa tidak lain adalah agribisnis. Agrobisnis mencakup sektor pertanian dan industri-industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian, serta industri-industri pengolahan hasil pertanian termasuk di dalamnya perdagangan (Priyadi, 2000:67).


Kabupaten Kolaka yang terletak di Kepulauan Sulawesi wilayah pemerintahan Propinsi Sulawesi Tenggara mempunyai makna pembangunan yaitu, dari dan untuk masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat di daerah secara berencana, bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan kondisi, potensi, dan aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang, hal tersebut dirumuskan dalam visi dan misi daerah yaitu “Terwujudnya Kabupaten Kolaka Sebagai Kawasan Agribisnis dan Pertambangan yang Handal Pada Tahun 2010”.


Sektor pertanian yang menjadi basis perekonomian masyarakat mempunyai kontribusi yang cukup besar pada peningkatan kesejateraan masyarakat. Pada subsektor perkebunan dengan berbagai komoditas yang dihasilkan telah ikut mendorong kegiatan perekonomian masyarakat Kabupaten Kolaka, salah satu komoditi yang dikembangkan adalah komoditas kakao. Hal ini cukup beralasan karena di daerah Kolaka memang sesuai dan potensial untuk pembangunan pertanian subsektor perkebunan, sebagian besar daratannya merupakan tanah jenis kambisal podzonik seluas 811.700Ha (78,73%) sehingga cocok dengan beberapa jenis komoditas perkebunan. Tahun 2000 luas areal kakao di Kabupaten Kolaka mencapai 70.517,56 ha. Di Sulawesi Tenggara pada umumnya tanaman kakao dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar di beberapa tempat antara lain Sulawesi (Selatan, Tengah dan Tenggara) Sumatera (Utara dan Aceh), Maluku dan Irian Jaya. Pada tahun 1999, untuk Indonesia luas areal perkebunan kakao mencapai 610.876 ha.


Salah satu produk unggulan yang sekaligus yang merupakan tulang punggung perkebunan di Kabupaten Kolaka adalah kakao. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya proporsi luas areal kakao terhadap luas lahan perkebunan lainnya, di samping merupakan lapangan usaha sebagian besar petani. Adapun data luas areal komoditas perkebunan yang ada di Kabupaten Kolaka secara lengkap sebagai berikut:


Tabel 1.1


Luas Areal Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman


Kabupaten Kolaka, 2000 (Ha)







































































































































































No


Jenis Tanaman

Produktif



Belum Produktif



Tidak Produktif



Jumlah



(1)



(2)



(3)



(4)



(5)



1.


Kelapa dalam

6.305,70



803,30



309,05



7.418,05



2.


Kopi

2.760,09



518,97



312,00



3.591,06



3.


Kapuk

131,70



14,00



3,50



149,20



4.


Lada

787,50



828,45



18,80



1.634,75



5.


Pala

11,75



4,00



0,00



15,75



6.


Cengkeh

4.367,24



610,00



32,45



5.009,69



7.


Jambu mete

3.289,37



2.002,05



84,50



5.375,92



8.


Kemiri

429,70



135,45



0,00



565,15



9.


Kakao

55.104,72



14.973,09



439,75



70.517,56



10.


Enau/aren

238,17



56,30



13,65



308,12



11.


Kapas rakyat

0,00



0,00



0,00



0,00



12.


Kelapa hybrida

258,31



32,65



0,00



290,96



13.


Tembakau

0,00



0,00



0,00



0,00



14.


Asam Jawa

2,50



0,00



0,00



2,50



15.


Pinang

9,20



2,70



0,00



11,90



16.


Vanili

4,80



0,00



0,00



4,80



17.


Tebu

0,00



0,00



0,00



0,00



18.


Sagu

635,10



176,30



24,50



835,90



Sumber: BPS Kabupaten Kolaka,Kabupaten Kolaka Dalam Angka 2000


Cukup dominannya luasan lahan kakao dalam kegiatan usaha perkebunan di Kabupaten Kolaka terutama didukung oleh faktor alam yaitu lahan subur yang cocok untuk ditanami kakao. Namun dalam perkembangannya perkebunan yang mayoritas merupakan perkebunan rakyat mengalami  permasalahan yaitu, adanya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) conopomorpha cramerella (snellen) hal ini tentu saja menimbulkan penurunan produktifitas dan mutu buah kakao yang berimbas pada  pendapatan petani kakao, sehingga diperlukan suatu penanganan teknis mengatasi permasalahan tersebut, hal itu harus dilakukan mengingat cukup besarnya peran komoditas kakao dalam perekonomian masyarakat. Pemerintah daerah melalui dinas perkebunan melakukan indentifikasi lokasi yang terkena serangan hama. Secara umum lokasi yang terkena serangan hama mengalami penurunan produktifitas dan mutu serta ancaman meluasnya serangan hama penggerek buah ke lokasi yang lain. Salah satu upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah Propinsi melakukan koordinasi pada beberapa Kabupaten penghasil kakao dan masyarakat petani dengan cara pengendalian hama terpadu di mana Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara mengeluarkan SK Gubernur No.195 Tahun 2000 tentang larangan mendatangkan dan atau menggunakan benih, bibit serta bahan tanaman kakao terinfeksi maupun yang berasal dari wilayah/area yang terserang hama PBK, disertai tindakan teknis lainnya.


Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Kolaka, terlihat bahwa sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari jumlah 124.404 orang yang status bekerja ternyata yang bekerja di sektor pertanian sebesar 61,68%. Setelah sektor pertanian menyusul sektor perdagangan sebesar 17,90%, sektor jasa-jasa 8,88%, sektor pertambangan 3,12%, sektor industri 3,46% dan terendah adalah sektor keuangan sebesar 0,18%. Menurunnya sektor pertambangan dan jumlah yang bekerja di sektor industri pada tahun 1999 karena adanya pengurangan karyawan PT. Aneka Tambang, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.


Tabel 1.2

Penduduk Kabupaten Kolaka Berumur 10 tahun ke atas yang terserap dalam lapangan Pekerjaan, 1997–1999


























































































NOLapangan Pekerjaan199719981999
1.Pertanian79.38885.47276.734
2.Pertambangan6.2554.4443.879
3.Industri1.7666.3984.302
4.Listrik/Air minum552549522
5.Bangunan/Konstruksi3.1272.2142.488
6.Perdagangan17.30220.41222.266
7.Transportasi/Komunikasi2.9551.8982.835
8.Keuangan245262228
9.Jasa–Jasa10.84013.42511.052
10.Lainnya19610698
11.J u m l a h122.626135.180124.404

Sumber: Susenas 1997, 1998, 1999

     Uraian diatas menunjukan bahwa budidaya komoditi kakao di Kabupaten Kolaka memiliki aspek yang menarik untuk dikaji. Selanjutnya dari uraian tersebut juga menimbulkan permasalahan yaitu seberapa besar potensi dan peranan pengembangan komoditi kakao.


1.2 Keaslian Penelitian


Penelitian tentang sektor unggulan telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di negara lain. Studi empiris yang meneliti peranan subsektor dalam sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi regional/PDRB di Propinsi Sulawesi Tenggara dan Daerah Istimewah Aceh pernah dilakukan oleh Syafa’at dan Friyatno (1998), mereka menggunakan pendekatan pangsa nilai tambah. Dalam penelitian tersebut untuk tanaman perkebunan diambil empat komoditas yaitu karet, kelapa, kopi dan kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Aceh peranan subsektor perkebunan menurun dari 11,65 menjadi 6,8% selama kurun waktu 1983-1993. Sebaliknya di Sulawesi Tenggara peranan sektor perkebunan meningkat dari semula hanya 7,12% menjadi 17,06%.


Deming (1996) mengadakan penelitian  dengan menggunakan analisis Shift-share di Amerika Serikat. Fokus penelitian tersebut ingin melihat pengaruh perubahan ekonomi dengan pergeseran penduduk pada beberapa negara bagian. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa selama tahun 1983-1995, perekonomian Amerika Serikat mengalami perubahan secara fundamental, yaitu dari ekonomi industri ke ekonomi jasa. Kesempatan kerja pada sektor industri mengalami penurunan berarti, sementara kesempatan kerja pada sektor jasa mengalami peningkatan yang pesat. Dengan lain kata perekonomian Amerika Serikat selama periode penelitian mengalami pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi jasa.


Penelitian yang juga dilakukan di Amerika Serikat dengan menggunakan analisis Shift-share  yang dilakukan oleh Haynes dan Dinc (1997). Dengan periode penelitian tahun 1960-1990 yang melakukan penelitian tentang perubahan produktifitas dalam perindustrian daerah. Hasil studi menunjukkan bahwa perekonomian pada negara-negara bagian Sunbelt telah mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja dan output, tetapi produktifitas yang didapat tidak secepat di negara bagian Snowbelt.


Rex (1997) melakukan penelitian di Arizona dengan menggunakan analisis Location Quotieont (LQ). Penelitiannya bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan basis ekonomi selama periode 1991-1994. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan basis ekonomi di Arizona selama periode penelitian, yaitu kegiatan pertambangan, pertanian dan konstruksi.


Melihat pelbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia dan di beberapa negara lain oleh para peneliti tersebut, berbeda dengan penelitian terdahulu penelitian ini dengan arah untuk mengukur potensi keunggulan dan peranan suatu komoditas yaitu kakao yang merupakan komoditas salah satu komoditas subsektor tanaman perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi regional Kabupaten Kolaka.


1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian


Dengan mangacu pada latar belakang dan perumusan masalah maka penelitian ini bertujuan:




  1. untuk mengidentifikasi dan menganalisis komoditas perkebunan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Kolaka;

  2. untuk mengukur potensi komoditas kakao di Kabupaten Kolaka;

  3. untuk mengetahui peranan budidaya kakao terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) Kabupaten Kolaka.


1.3.2 Manfaat Penelitian


Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini:




  1. bagi peneliti, kegiatan penelitian ini merupakan langkah awal dari penerapan dan pengamalan ilmu pengetahuan serta sebagai pengalaman yang bisa dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang;

  2. bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dapat menjadi tambahan masukan guna melengkapi dasar-dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan khususnya  pembangunan subsektor perkebunan, sejalan dengan pelaksanaan visi dan misi;

  3. bagi petani kakao di Kabupaten Kolaka diharapakan dapat memberikan tambahan wawasan dalam menyikapi permasalahan, sehingga akan lebih mampu untuk melakukan antisipasi secara dini.

0 komentar:

Posting Komentar