KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN DONGGALA, 1997-2001

BAB   I


PENGANTAR


1.1     Latar Belakang


Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab.


Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat haruslah terintegrasi dengan pelaksanaan pembangunan di daerah. Pelaksanaan pembangunan melalui pemberian kewenangan kepada daerah, bukan hanya pada proses administrasi politik berupa pelimpahan wewenang pembangunan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,  namun lebih merupakan suatu proses pembangunan yang dilaksanakan di daerah. Pelaksanaan pembangunan ini berkaitan dengan segala rangkaian komitmen dan tanggung jawab yang mengiringinya dan menuntut kemampuan aparat pemerintah di daerah dalam penguasaan hakikat dan manajemen pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan di dalam basis pembangunan daerah perlu memperhatikan unsur penting yaitu, (1). kemampuan kelembagaan, (2). ketersediaan sumber daya yang memadai, khususnya aparatur pemerintah daerah serta potensi ekonomi daerah untuk menggali sumber pendapatannya sendiri (Sumodiningrat,1995:18).


            Dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat serta persaingan di era globalisasi, maka setiap pembangunan yang dilaksanakan oleh organisasi baik organisasi swasta maupun organisasi publik dituntut untuk selalu tampil prima dan meningkatkan kualitas dalam mengemban misinya. Organisasi publik dengan mengemban misi pelayanan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam melayani masyarakat diharapkan untuk tetap tampil dengan kualitas pelayanan yang bersaing sebagaimana diungkapkan oleh Osborne dan Gaebler (2000:20). Pemerintah  harus bersedia meninggalkan program dan metoda lama dengan mengambil sikap lebih inovatif, imajinatif dan kreatif, serta berani mengambil resiko.  Pemerintah juga harus mengubah beberapa fungsi perusahaan daerah menjadi sarana penghasil uang ketimbang mengurus anggaran, menjauhkan diri dari alternatif tradisional yang hanya memberikan sistem penopang hidup. Pemerintah mendirikan berbagai perusahaan dan mengadakan berbagai usaha yang menghasilkan laba, berorientasi pasar, memusatkan pada ukuran kinerja dan memberi penghargaan terhadap jasa.


            Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dalam pasal 79 menyebutkan bahwa salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Peranan perusahaan daerah diwujudkan dalam bentuk pembagian laba yang disetorkan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan, dan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan pembangunan di daerah. Kenyataan sekarang, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai perusahaan daerah yang merupakan salah satu komponen PAD belum memperhatikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan PAD, bahkan ada indikasi bahwa perusahaan daerah selama ini hanya membebani pemerintah daerah dengan berbagai subsidi terselubung dan biaya semu, sehingga perusahaan daerah tidak mempunyai kemandirian dalam menjalankan usahanya.


Devas (1989:112) menyatakan bahwa ada beberapa indikasi yang menunjukkan mengapa kebanyakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak memiliki keunggulan komperatif, sehingga kurang memberikan kontribusi yang berarti terhadap PAD sebagai berikut:




  1. jenis layanan bersangkutan mungkin tidak cocok sebagai perusahaan   daerah;

  2. kegiatan  itu  sendiri  sifatnya  tidak  dapat  dikelola  sebagai  usaha  niaga antar pasar  setempat karena terlalu kecil;

  3. susunan perusahaan daerah itu mungkin menyebabkan satuan-satuan biaya tinggi, dibandingkan dengan biaya penyediaan layanan itu dari dalam bagian tubuh pemerintah daerah, ini mungkin akibat syarat harus ada organisasi terpisah dengan pengurus yang dibayar tinggi dan sebagainya;

  4. tenaga pelaksana yang kurang cakap, mungkin tidak berpengalaman di bidang pelayanan tersebut dan mereka tahu pemerintah akan selalu menutup kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan yang bersangkutan;

  5. kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan (misalnya antara mengejar laba atau memberikan layanan semurah-murahnya), dan akhirnya ada masalah campur tangan politik dalam kegiatan sehari-hari perusahaan daerah termasuk seringnya terjadi perubahan pada tujuan yang hendak dicapai.


Penelitian Alhabsji dkk (1987:2), mengatakan bahwa belum berperannya perusahaan daerah sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh tiga masalah pokok yaitu masalah keuangan, personalia dan pengawasan. Faktor keuangan merupakan alat manajemen yang paling sensitif bagi sebuah perusahaan untuk dapat beroperasi dengan baik, serta menjadi indikator utama kemampuan perusahaan, namun hal ini tidak terlepas dari personel yang akan mengoperasikan perusahaan serta sistem pengawasan yang merupakan bagian dari manajemen perusahaan.


            Untuk mendukung peningkatan PAD maka tugas utama PDAM dalam melaksanakan pembangunan daerah adalah sebagai alat dan sarana  sebagaimana tertuang dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Selanjutnya sebagai perusahaan milik pemerintah daerah PDAM Kabupaten Donggala tidak  terlepas sebagai bagian dari indikator otonomi daerah Pemerintah Kabupaten Donggala untuk melaksanakan:




  1. pemberdayaan perekonomian daerah;

  2. pemberdayaan sumber daya manusia;

  3. peningkatan keuangan daerah melalui kontribusi PAD dari PDAM Kabupaten Donggala;

  4. peningkatan profesionalisme pengelolaan PDAM terhadap pelayanan masyarakat.


Paradigma pengelolaan PDAM saat ini ternyata belum mampu memberikan kontribusi kepada PAD sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakmampuan PDAM dalam memberikan kontribusi daerah secara umum disebabkan oleh faktor-faktor:




  1. cakupan wilayah pelayanan masih rendah;

  2. misi PDAM yaitu melaksanakan misi sosial dan misi perusahaan yang dalam pelaksanaannya terdapat dilema adanya keterbatasan;

  3. kemampuan bayar masyarakat yang secara langsung akan mempengaruhi manajemen dan arah kebijakan pengelola;

  4. sebagian besar kinerja dan kondisi keuangan PDAM masih kurang sehat, ditambah beban pinjaman yang besar dan saat ini tidak mampu mengembalikan pokok dan bungah pinjaman;

  5. kurangnya modal investasi yang dimiliki PDAM untuk melakukan daerah pengembangan pelayanan;

  6. khusus PDAM, pemanfaatan sumber air yang ada di beberapa daerah tertentu masih belum optimal, hal ini disebabkan permasalahan otoritas di antara pemerintah daerah maupun antara kelompok masyarakat pemakai air itu sendiri;

  7. arah, kultur dan strategi usaha PDAM masih belum disertai spirit atau semangat wiraswasta;

  8. mekanisme pemberian bantuan dan pinjaman yang diterima PDAM dari pemerintah pusat masih belum efisien dan efektif dan warna pemerintah pusat sangat dominan dalam hal ini;

  9. tarif bagi PDAM yang menjadi alat sebagai kompensasi biaya produksi yang belum dapat dinaikkan ke tingkat full cost discovery. Untuk menutup biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga atas pinjaman dan biaya lain-lain;

  10. bentuk badan hukum PDAM sebagai perusahaan daerah memberikan peluang yang kurang menguntungkan bagi perusahaan karena intervensi birokrasi pemerintah daerah masih sangat berperan dalam usaha pengembangan pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).


Pengelolaan PDAM Kabupaten Donggala saat ini membutuhkan suatu kajian yang sangat mendalam mengenai air bersih, serta pemenuhan   kebutuhan masyarakat akan air cukup tinggi dan potensial. Namun, kondisi keterbatasan dan kendala kemampuan keuangan daerah yang tidak memadai untuk membangun sarana dan prasarana penyediaan air bersih yang cukup besar, mengakibatkan kebutuhan dan permintaan akan air bersih masyarakat Kabupaten Donggala belum dapat terpenuhi secara baik dan menyeluruh. Selain itu, sistem pengelolaan belum profesional yang dilaksanakan oleh pihak PDAM itu sendiri, sehingga hal yang sangat mendesak harus dilakukan adalah memperbaharui kinerja dalam pengelolaannya.


Kinerja perusahaan adalah tingkat keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam satu tahun buku tertentu, penilaian tingkat kinerja suatu perusahaan sangat diperlukan karena tingkat kinerja dapat memberikan gambaran prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu, oleh karena itu untuk menilai kinerja perusahaan perlu perlu menaikkannya dengan kinerja keuangan komulatif dan ekonomi.


 Permasalahan yang dihadapi PDAM Kabupaten Donggala terdapat pada aspek keuangan yaitu masih terbatasnya modal yang dimiliki, sedangkan pada aspek operasional permasalahan yang dihadapi adalah cakupan pelayanan pelanggan PDAM masih terbatas, kualitas air distribusi perlu ditingkatkan sehingga bisa menjadi air langsung diminum, produktivitas pemanfaatan instalasi produksi, tingkat kehilangan air dan kecepatan penyambungan baru. Sementara permasalahan administrasi yang dihadapi adalah kurang lengkapnya pedoman berupa rencana jangka panjang, rencana organisasi dan rencana kerja yang realistis.


Masalah-masalah tersebut perlu dianalisis dan harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Donggala sehingga keberadaannya mampu menunjukkan kinerja yang baik sekaligus mampu memberikan konstribusi terhadap PAD, oleh sebab itu  dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai kinerja Perusahaan Daerah Air Minum di Kabupaten Donggala. Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka yang menjadi fokus utama dan sekaligus harus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Donggala dalam pengelolaannya sehingga mampu menempatkan dirinya sebagai perusahaan penghasil profit dan sesuai dengan fungsi sosialnya dalam penyediaan kebutuhan masyarakat akan air bersih selama periode tahun 1997-2001 dengan mengacu pada pedoman penilaian kinerja yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kepmendagri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum.


1.2     Keaslian Penelitian


Moeljo (1997) telah melakukan penelitian mengenai kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kotamadya Surabaya periode tahun 1993-1996 dengan tujuan untuk mengetahui kinerja keuangan PDAM berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 690.900.327 tahun 1994 tentang Pedoman dan Pemantauan Kinerja Keuangan PDAM. Kesimpulan yang diperoleh adalah kinerja keuangan PDAM Kotamadya Dati II Surabaya selama periode 1993-1996 semakin membaik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan pada kapasitas produksi, tingkat pelayanan, penjualan air, pendapatan usaha dan jumlah pelanggan. Tingkat kesehatan PDAM pada tahun 1993,1995 dan 1996 menunjukkan kinerja sehat (S), sedangkan pada tahun 1994 menunjukkan kinerja sehat sekali (SS).


Rahman (1999) telah melakukan penelitian mengenai kinerja PDAM Kabupaten Takalar periode tahun 1995-1999  dengan tujuan untuk mengukur dan mengetahui kinerja PDAM Kabupaten Takalar berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri nomor 47 tahun 1999, tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM. Berdasarkan hasil analisis ketiga aspek yaitu aspek keuangan, aspek operasioanl dan aspek administrasi selama lima tahun diperoleh kesimpulan bahwa perusahaan dalam kondisi kinerja kurang pada tahun 1995 dan menjadi kinerja cukup pada tahun berikutnya.


            Engko (1999) telah melakukan penelitian mengenai kinerja finansial Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sorong periode tahun 1994-1998 dengan menganalisis pengelolaannya, kemungkinan pengembangan dan menghitung common size, indeks, efektivitas, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. Kesimpulan yang diperoleh common size dan neraca indeks menunjukkan jumlah aktiva pada tahun 1994-1998 kurang sehat dan secara operasional belum berhasil. Hasil penelitian tersebut tidak berlaku umum dalam pengertian, bahwa kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan kinerja PDAM di wilayah lain, walaupun menggunakan tolok ukur yang sama.


  Dari beberapa penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dibandingkan dengan penelitian ini terdapat kesamaan pada obyek yang diteliti yaitu mengenai kinerja PDAM serta variabel yang digunakan, antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan non keuangan. Perbedaannya terletak pada wilayah, periode waktu dan permasalahan.


1.3     Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1   Tujuan penelitian


            Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur kinerja PDAM Kabupaten Donggala selama 5 (lima) tahun yaitu dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001, namun secara khusus yang ingin diteliti adalah sebagai berikut.




  1. Mengukur dan mengetahui kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Donggala, melalui penilaian kinerja dalam aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 47 tahun 1999 untuk tahun anggaran 1997-2001.

  2. Mengukur potensi Perusahaan Daerah Air Minum periode tahun 1997- 2001.

  3. Mengetahui efektivitas pengelolaan PDAM dengan membandingkan antara rencana dan realisasi pendapatan, penjualan air dan produksi air.

  4. Mengetahui tingkat efisiensi pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Donggala dengan perhitungan melalui perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional.


1.3.2     Manfaat penelitian


Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut.




  1. Untuk memberikan masukan yang berguna bagi Pemerintah Kabupaten Donggala dalam memahami kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dalam mengambil kebijakan pengembangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

  2. Untuk dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya, dalam hal mengenai kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

0 komentar:

Posting Komentar